Nationalgeographic.co.id—Suku Sentinel adalah salah satu dari sedikit suku terisolasi yang tersisa di dunia. Menurut Survival International, “Mereka dianggap sebagai keturunan langsung dari populasi manusia pertama yang muncul dari Afrika."
"Suku Sentinel mungkin telah tinggal di Kepulauan Andaman sejak 60.000 tahun laluBahasa mereka sangat berbeda bahkan dari penduduk pulau Andaman lainnya. Fakta ini menunjukkan bahwa mereka hanya memiliki sedikit kontak dengan orang lain selama ribuan tahun.”
Suku Sentinel: Agresif atau Pencinta Damai?
Kita mungkin sering mendengar berita-berita negatif tentang sambutan Suku Sentinel terhadap pendatang. Muncul foto-foto yang menunjukkan Suku Sentinel menghadang para pendatang yang mencoba menjalin kontak. Suku Sentinel yang mencoba memanah para pendatang. Apakah mereka agresif?
“Mereka bukan orang-orang yang bermusuhan. Mereka memperingatkan; mereka tidak membunuh orang, termasuk orang luar. Mereka tidak menyerang tetangga mereka. Mereka hanya berkata, ‘tinggalkan kami sendiri.’ Mereka menjelaskan dengan jelas bahwa orang luar tidak diterima di habitat mereka. Kita perlu memahami bahasa itu,” kata T.N. Pandit, antropolog yang pernah menjalin kontak dengan Suku Sentinel.
Pandit pertama kali menjelajah Pulau Sentinel Utara pada bulan Januari 1967. Ditugaskan bersama Survei Antropologi India di Kepulauan Andaman dan Nikobar sebagai kepala regionalnya, ia memimpin sebuah tim.
Tim tersebut terdiri dari 20 peneliti, pejabat pemerintah, dan bahkan personel Angkatan Laut. Mereka menjelajahi Sentinel Utara yang memiliki 32 persegi. Pandit dan timnya berusaha mengembangkan kontak dengan suku di sana.
Ketika Pandit dan timnya pertama kali mendarat di pulau itu, Suku Sentinel bersembunyi di balik hutan. Suku Sentinel diam-diam mengamati “alien” ini mendarat di pantai mereka.
“Tidak ada permusuhan,” kata Pandit. Mengikuti jejak jejak kaki, Pandit dan timnya berjalan sejauh satu kilometer ke dalam hutan. Mereka menemukan area terbuka yang terdiri dari 18 gubuk.
“Gubuk-gubuk itu ditempati, bukan yang terbengkalai. Saya melihat api dan makanan yang dimasak. Kami melihat ikan panggang, buah-buahan liar. Ada busur, anak panah, dan tombak di sekeliling. Ada juga keranjang setengah jadi," ujarnya.
"Mereka tidak mengenakan pakaian apa pun. Mereka tidak mengumpulkan barang apa pun dan menyimpannya di rumah mereka. Namun, rumah-rumah mereka dibangun dengan baik. Itu adalah gubuk-gubuk terbuka yang terbuat dari cabang-cabang pohon dan daun tanpa pintu atau jendela,” tutur Pandit.
Baca Juga: Bagaimana Suku Sentinel Bisa Menjadi Bagian dari Republik India?
Pertemuan antropolog India dengan Suku Sentinel tanpa insiden
Salah satu anggota timnya sempat bertemu dengan seorang anggota suku Sentinel. Pertemuan dan seluruh jam yang dihabiskan di pulau itu berlalu tanpa insiden.
Namun, selama kunjungan berikutnya, ada perlawanan dari anggota suku. Sebelum perahu mereka bisa mencapai pantai, Suku Sentinel menghadapi mereka dengan gerakan bermusuhan, busur, dan anak panah.
Jadi, tim-tim ini memutuskan untuk menjaga jarak yang aman. Mereka pun menyusun strategi untuk meletakkan hadiah seperti kelapa dan perkakas sebelum mereka mencapai pantai dan kemudian kembali.
Suku Sentinel menerima hadiah dari antropolog dan timnya
Pandit bercerita tentang bagaimana untuk pertama kalinya suku Sentinel datang dan mengumpulkan hadiah berupa kelapa dari tangan mereka di dalam air. Namun tim masih belum diizinkan memasuki pulau itu.
“Mereka telah memutuskan bahwa kami tidak berbahaya, jadi mereka sedikit terbuka kepada kami. Mereka juga tahu kami tidak berniat tinggal di pulau itu. Bahasa kami mungkin berbeda, tetapi kami memahami mereka dengan sempurna: mereka tidak menginginkan kami di sini,” Pandit menambahkan.
Perkiraan jumlah anggota Suku Sentinel berkisar antara 15 hingga 500. Namun Pandit berpendapat bahwa 80 adalah angka yang lebih akurat.
Awal mula muncul sikap permusuhan terhadap orang luar
Tidak mengherankan bahwa orang-orang ini menyimpan permusuhan terhadap orang luar mengingat sejarahnya. Pada akhir abad ke-19, seorang perwira angkatan laut Inggris Maurice Vidal Portman mendarat di pulau itu dan menculik pasangan tua, bersama dengan beberapa anak.
Ia membawa mereka ke tempat tinggalnya di pulau terdekat yang lebih besar, tempat Inggris mengelola penjara. Pasangan tua itu segera meninggal, dan tidak jelas tentang apa yang ia lakukan terhadap anak-anak itu. Ia segera mengembalikan mereka ke pulau itu dan menganggap “eksperimennya” gagal.
“Kita tidak dapat dikatakan telah melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar meningkatkan teror dan permusuhan mereka terhadap semua pendatang,” Portman dilaporkan menulis dalam bukunya tahun 1899, menggambarkan kegagalannya.
Kedatangan misionaris John Chau juga berakhir dengan bencana. Dalam buku hariannya, ia menulis, “Saya merasa takut tetapi terutama kecewa. Mereka tidak langsung menerima saya.”
Tentu saja, apa yang dia harapkan? Berita kematiannya tentu menyedihkan. Namun peristiwa itu merupakan pelajaran bagi mereka yang berusaha berinteraksi secara paksa dengan Suku Sentinel tanpa melakukan negosiasi dasar. Seperti yang dilakukan oleh Pandit dan timnya puluhan tahun lalu.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR