Ustaz Rahman (Al Fathir Muchtar) merupakan sosok guru agama yang membimbing Delisa dan anak-anak lainnya dalam belajar shalat. Ia memberikan arahan dan motivasi kepada Delisa dalam mempersiapkan diri untuk ujian hafalan shalatnya. Ada kutipan yang menggugah bagaimana manusia mencari makna kekuatan dari iman dan cinta untuk melanjutkan hidup, meskipun menghadapi tragedi besar seperti tsunami.
"I am still wondering what is the meaning of all this? Why God gave us this disaster? How we make a living? How we forget the pain," tanya Ustaz Rahman dalam bahasa Inggris.
(8) Kemarin (2020), dokumenter drama yang mengisahkan perjalanan band Seventeen sampai tragedi tsunami di Selat Sunda.
Film yang mengisahkan perjalanan band Seventeen, mulai dari awal karier mereka hingga tragedi tsunami di Selat Sunda pada 22 Desember 2018.Letusan Anak Krakatau menyebabkan lereng gunung runtuh, menciptakan longsoran bawah laut yang memicu gelombang tsunami besar. Tsunami ini menghantam pesisir Banten dan Lampung tanpa adanya peringatan dini. Alasannya, sistem peringatan tsunami saat itu hanya mendeteksi tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi tektonik. Bencana ini menjadi titik balik yang memilukan dalam kisah perjalanan band ini.
Saat sedang tampil di Tanjung Lesung, Banten, tsunami menghancurkan panggung dan merenggut nyawa tiga anggota band—Bani, Herman, dan Andi—serta beberapa kru dan orang tercinta, termasuk istri dari vokalis Ifan Seventeen. Film ini menggabungkan dokumentasi pribadi, reka adegan, wawancara keluarga korban dan manajemen band yang memberikan gambaran mendalam tentang bencana yang terjadi.
Sutradara film ini adalah Lutfie Abdullah atau yang beken disapa Upie Guava. Judul film ini menjadi penghormatan bagi para anggota band yang telah pergi. Selain itu, film ini juga menyampaikan pesan tentang ketabahan, cinta, dan penghargaan terhadap kehidupan di tengah kehilangan besar.
"Kemarin engkau masih ada di sini / Bersamaku menikmati rasa ini / Berharap semua takkan pernah berakhir / Bersamamu / Bersamamu," demikian Ifan melantunkan lirik tembang Kemarin. Kini ia menjabat sebagai Direktur Utama PT. Produksi Film Negara.
Sinema bergenre bencana
Indonesia sering dijuluki sebagai "negeri bencana" karena letaknya yang berada di kawasan geologis dan geografis yang sangat rentan terhadap berbagai jenis bencana alam.
Negara kepulauan ini memiliki garis pantai yang panjang dan menyimpan risiko terhadap tsunami, selain itu memiliki lebih dari 130 gunung berapi aktif! Kita berada di kawasan cincin api, zona tektonik aktif yang mengelilingi Samudra Pasifik. Bukan perkara garib bila kerap terjadi gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Apalagi dampak perubahan iklim global memperburuk risiko bencana di Indonesia, menciptakan potensi bencana hidrometeorologi—seperti kekeringan, badai tropis, dan kenaikan permukaan air laut.
Meski Indonesia kerap diterpa bencana alam, film bergenre bencana tampaknya belum menjadi prioritas bagi para sineas. Atau dengan kata lain, ada peluang bagi sineas untuk menggali cerita inspiratif tentang ketangguhan masyarakat Indonesia menghadapi gempa bumi dan bencana lainnya.
Boleh jadi genre bencana alam belum menjadi prioritas karena belum memiliki pasar yang kuat. Hari ini genre film di Indonesia cenderung lebih fokus pada drama keluarga, komedi, horor, atau romansa. Selain itu film bergenre bencana memiliki tantangan teknis dan kreatif yang memerlukan pembiayaan dan sumber daya manusia lebih mumpuni.
"Film-film bergenre bencana [memang] langka dibuat sineas Indonesia, padahal wilayah Indonesia secara geologis banyak aneka bencananya, juga secara hidrometeorologis," ujar Awang Satyana, seorang ahli geologi senior. Menurutnya, film-film bergenre seperti itu penting digarap oleh para profesional perfilman kita sebab Indonesia merupakan wilayah bencana. "Baik tujuannya buat edukasi maupun sebagai latar belakang sebuah kisah."
Apalagi masyarakat Indonesia saat ini lebih sadar tentang potensi bencana yang bisa melanda Indonesia dibandingkan dahulu, ungkapnya. Atas pemikiran itulah Awang berharap keberadaan film-film bergenre bencana hasil karya Indonesia mestinya akan menarik.
Bagaimana visi edukasi bencana dan mitigasinya dalam tinjauan sinema? Kita meyakini bahwa persiapan melalui pendidikan tampaknya akan lebih murah dibandingkan belajar melalui tragedi.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR