"Seketika lalu menjerit-jerit minta tolong, mengira jika bencana lahar datang lagi," tulisnya. "Setelah para tetangganya mendengar jeritan nyonya Cina tersebut, semua kemudian ikut berteriak minta tolong seraya menceritakan kalau lahar datang lagi. Akhirnya gaduh, suara teriakan bersahutan semua berlarian pontang-panting tunggang langgang."
Kabar yang belum jelas kebenarannya itu begitu cepat menyebar sehingga membuat panik seisi kota, tidak hanya warga Bumiputra tetapi juga keluarga-keluarga Belanda, bahkan serdadu-serdadu KNIL yang lari tunggang langgang. Situasinya tidak jauh berbeda ketika bencana lahar datang tempo hari. "Oleh karena pemerintah mengetahui bahwa hal itu bukan apa-apa," tulis Dayawiyata, "maka segera memerintahkan kepada semua orang yang berlarian agar kembali ke tempat masing-masing."
Ekonomi rentan dan masalah keamanan
Bencana sering kali menghancurkan mata pencaharian dan sumber penghidupan. Sebagian orang mungkin terpaksa mencuri untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Saat bencana terjadi, keadaan cenderung kacau, dan banyak orang sibuk dengan proses evakuasi serta penyelamatan. Karena pengawasan terhadap barang-barang berharga sering kali berkurang, situasi ini menciptakan peluang bagi pelaku pencurian untuk melakukan tindakan kriminal.
Para pencuri memanfaatkan situasi trauma warga pascabencana. Yudakusuma mengungkapkan modus para pelaku pencurian di Kota Blitar, yang memanfaatkan aktivitas pembersihan selokan dengan air yang tampak menyerupai situasi aliran banjir. Mereka berlari sambil berteriak bahwa lahar datang kembali. Mereka berhasil menciptakan kepanikan, sehingga warga meninggalkan rumah atau dagangannya untuk menyelamatkan diri. Para pelaku pencurian pun menggasak harta warga dengan leluasa.
"Tersebutlah perbuatan para bajingan, kesana-kemari cekatan dalam mengangkut uang yang ditinggal lari, bahkan ada yang memanggul bangkelan dan kain. Setelah mendapat banyak kemudian melarikan diri," Yudakusuma berkisah. "Lama-lama polisi mengetahui, kalau kekacauan tadi perbuatan orang ngutil seperti yang sudah-sudah, maka kemudian diawasi, yang jelas-jelas akan mencuri ditangkap dan dimasukkan penjara."
Dayawiayata juga mengungkapkan perkara serupa tentang keamanan Kota Blitar pascabencana. "Setelah meletusnya Gunung Kelut, orang-orang di Kota Blitar beramai-ramai membongkar semua kotoran di segala tempat, seperti: membersihkan jalanjalan, memperdalam parit-parit dan sebagainya," tulisnya. "Ketika itu banyak penjahat melakukan tindak kejahatannya. Seketika polisi kemudian dapat menangkap empat orang."
Pencarian Korban
Korban-korban yang tertimbun lumpur dan berserak yang tidak segera dimakamkan dapat menjadi sumber penyebaran penyakit, terutama jika berada di lingkungan yang panas atau lembap. Selain itu menyaksikan jenazah korban yang berserakan dapat memperburuk trauma psikologis bagi warga yang selamat. Pemakaman segera membantu mengurangi dampaknya.
Baca Juga: Mengapa Mendaki Gunung Sangat Bermanfaat bagi Tubuh dan Otak Kita?
Yudakusuma menceritakan pemerintah Hindia Belanda mendatangkan ratusan serdadu KNIL dari daerah lain untuk membantu memberbaiki jalan dan selokan, serta mengumpulkan mayat yang tertimbun oleh endapan lahar. "Mayat-mayat tersebut dimuat di gerobak, dikubur di tempat yang tersisih. Menguburnya tidak seperti layaknya mengubur jenazah pada umumnya," tulisnya. "Mayat lima-enam dijadikan satu lubang, karena terlalu banyak."
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR