Memukau
Ahli paleoklimatologi Paul Wilson dari University of Southampton, Inggris, yang tidak terlibat langsung dalam studi ini, mengaku “terpukau” oleh rekonstruksi catatan iklim yang dihasilkan. Ia menyebut data baru tersebut jauh lebih rinci dibandingkan temuan-temuan sebelumnya.
Dalam penelitiannya sendiri menggunakan sedimen laut dalam, Wilson menemukan bahwa kandungan debu dari Sahara berkurang selama beberapa periode lembap dalam 11 juta tahun terakhir. Temuan ini juga sejalan dengan variasi orbit Bumi mengelilingi Matahari yang memengaruhi iklim global.
Namun, menurutnya, meskipun Afrika telah banyak diteliti dalam beberapa tahun terakhir, wilayah Arabia justru sering luput dari perhatian ilmiah. “Temuan ini benar-benar memperkuat banyak hal yang selama ini sudah lama kami duga,” katanya.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News: https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Source | : | Nature,National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR