Asal-usul prajurit wanita Dahomey
Salah satu catatan tentang asal-usul prajurit wanita Dahomey menyatakan bahwa mereka adalah pemburu gajah. Para pemburu gajah itu bertugas di bawah Raja Houegbadja, raja ketiga Dahomey, dari sekitar tahun 1645 hingga 1685. Dikenal sebagai Gbeto dalam bahasa Fon, prajurit wanita itu memburu semua jenis hewan buruan. Termasuk gajah, hewan yang paling berharga dan sulit dibunuh.
Gajah hampir sepenuhnya punah dari daerah tersebut pada pertengahan abad ke-19. Gbeto kemudian diintegrasikan ke dalam pasukan prajurit wanita. Mereka mengenakan blus cokelat dan celana pendek selutut berwarna cokelat dan biru.
Para pejuang wanita ini juga dikenal dengan nama-nama lain dalam bahasa Fon, termasuk Agojie, Agoji, Mino, atau Minon. Kisah asal-usul yang umum tentang para pejuang wanita Dahomey adalah bahwa kelompok tersebut dibentuk atas perintah Ratu Hangbe. Ia adalah putri Houegbadja, yang naik ke tampuk kekuasaan setelah saudara kembarnya Akaba meninggal dalam keadaan misterius pada awal tahun 1700-an.
Hangbe mengumpulkan satu skuadron wanita yang bersedia mati untuk melindunginya dan kerajaan. Hal ini merupakan prestasi yang mengesankan dalam masyarakat Dahomey yang sangat patriarkal.
Para pejuang wanita ini bukanlah selir atau pelayan yang wajib tunduk pada keinginan pria mana pun. Dan mereka tidak muncul begitu saja. Para sejarawan telah lama mencatat keunggulan wanita di beberapa masyarakat Afrika. Dalam buku Continent of Mothers, Continent of Hope: Understanding and Promoting Development in Africa Today, penulis Torild Skard menulis tentang para prajurit Dahomey:
“Mereka terkenal karena semangat dan keganasannya. Yang paling menakutkan dipersenjatai dengan senapan. Ada juga pemanah, pemburu, dan mata-mata. Prajurit wanita itu berolahraga secara teratur agar bugar secara fisik dan mental untuk bertempur. Mereka bernyanyi, ‘Pria, pria tetaplah di sini! Semoga para pria tetap di sini! Semoga mereka menanam jagung dan menanam pohon palem … Kita berperang.’”
Ketika tidak berperang, mereka menjaga istana kerajaan di Abomen dan menanam buah serta sayuran. Mereka juga bisa pergi dan menangkap tawanan untuk dijual sebagai budak.
Realitas di balik mitos
Seperti apa penampilan para prajurit wanita Dahomey? Anda mungkin membayangkan para prajurit wanita Dahomey yang ramping dan sangat glamor. Seperti yang digambarkan dalam Black Panther. Namun sejarawan Toler mengatakan kenyataannya sangat berbeda.
“Pada tahun 1800-an, catatan kontemporer tentang mereka menyebutkan bahwa seragam mereka sangat mirip dengan seragam pria. Karena itu, musuh tidak menyadari bahwa mereka adalah wanita sampai mereka berhadapan langsung dalam pertarungan jarak dekat,” kata Toler.
“Mereka kemungkinan besar mengenakan celana pendek panjang, tunik, dan topi. Dan bukan pakaian yang terkesan seksual seperti yang Anda lihat dalam penggambaran prajurit wanita zaman modern.”
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR