Nationalgeographic.co.id—Setelah berita wafatnya Paus Fransiskus, perhatian orang juga tertuju pada tradisi pemakaman seorang Paus yang sakral dan sangat berbeda dari prosesi pemakaman biasa.
Salah satu aspek paling mencolok dalam pemakaman seorang Paus adalah penggunaan tiga peti mati. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan bagi banyak orang.
Menurut Parade.com, tidak semua Paus dimakamkan dalam tiga peti mati. Namun, secara tradisional, banyak yang demikian.
Jenazah Paus akan ditempatkan dalam peti mati yang terbuat dari cemara, yang ditempatkan di dalam peti mati yang terbuat dari timah, yang kemudian ditempatkan di dalam peti mati yang terbuat dari kayu ek.
Ada seorang Paus yang menarik perhatian banyak orang bahkan beberapa dekade setelah pemakamannya. Hingga kini, jenazahnya masih bisa disaksikan dengan jelas di dalam peti kaca, padahal dia meninggal tahun 1963 silam.
Paus Yohanes XXIII menjabat dari tahun 1958 hingga wafatnya pada tanggal 3 Juni 1963. Dia dimakamkan tiga hari kemudian.
Pada bulan Januari 2001, saat pejabat gereja membuka peti jenazahnya, jenazah Paus Yohanes XXIII masih tampak sangat bersih.
Seorang kardinal terkemuka, Virgilio Noe, saat peti jenazah Paus Yohanes XXIII dibuka setelah 38 tahun, mengatakan bahwa jenazah Paus tampak seperti baru saja "meninggal kemarin."
Mengutip ABC News, Kardinal Virgilio Noe mengatakan, “Tidak ada bagian tubuh yang membusuk.” Imam besar Basilika Santo Petrus ini bertugas untuk mengawasi pembukaan peti jenazah untuk mempersiapkan pemindahan makam ke tempat baru yang lebih mudah diakses oleh para peziarah.
Laporan media Italia saat itu mengatakan hanya wajah Yohanes yang utuh. Namun, Noe yang menghadiri penggalian bersama pejabat Vatikan lainnya pada 16 Januari, mengatakan seluruh tubuh Paus Yohanes tidak rusak.
"Rasanya seperti dia meninggal kemarin," kata Noe. “Dia tampak tenang. Mulutnya sedikit terbuka, tetapi dia benar-benar tenang. Ketenangan yang dia miliki semasa hidup, dia bawa bersamanya hingga kematiannya dan dia masih memilikinya 38 tahun kemudian."
Baca Juga: Paus Fransiskus Wafat: Mengapa Paus Dimakamkan dalam Tiga Peti?
Penggalian makam Paus Yohanes XXIII
Paus Yohanes XXIII, yang memerintah dari tahun 1958 hingga 1963, dikenal sebagai "Paus yang Baik" karena sifatnya yang baik hati dan periang.
Dia membuat sejarah gerejawi dengan menyelenggarakan Konsili Vatikan Kedua yang membawa Gereja Katolik mengikuti perkembangan zaman modern.
Paus Yohanes XXIII dianggap penting karena dia menyelenggarakan Konsili Vatikan Kedua pada tahun 1962, yang memodernisasi Misa, dengan memasukkan musik kontemporer dan bahasa daerah sebagai pengganti bahasa Latin.
Pria yang lahir dengan nama Angelo Giuseppe Roncalli tetap menjadi salah satu paus yang paling dicintai dalam sejarah dengan pengikut yang sangat taat di Italia.
Ia dipercaya telah menyembuhkan seorang biarawati Italia yang menderita tumor perut. Biarawati itu berdoa kepadanya dan segera pulih tanpa penjelasan medis.
Saat meninggal, jenazahnya tidak dibalsem, tetapi laporan media Italia mengatakan jenazahnya diolah dengan bahan pengawet formalin sebelum disemayamkan.
Jenazahnya ditempatkan dalam peti kayu di dalam peti mati luar berbahan perunggu dan keduanya disegel sebelum dimakamkan di kuburan dalam gua kuno sempit di bawah Basilika Santo Petrus, tempat banyak paus lainnya dimakamkan.
Menurut New York Post, pada tahun 2000, Paus Yohanes Paulus II meminta agar makamnya digali untuk dinyatakan "diberkati", bagian dari proses menuju kekudusan.
Peti mati kedap udara itu membuat jasad Paus Yohanes XXIII hampir tidak terganggu, dan tim pembalseman ingin agar makamnya tetap seperti itu.
Setelah organ dalam Paus dikeluarkan dan dianalisis, jasadnya ditempatkan dalam bak baja tahan karat selama beberapa minggu dalam larutan formalin dan alkohol, lalu dinetralkan selama beberapa minggu.
Baca Juga: Paus Fransiskus Meninggal Dunia, Siapa yang Akan Menggantikannya?
Tubuhnya kemudian menjalani serangkaian perendaman dalam berbagai larutan selama berbulan-bulan, termasuk berbagai campuran etanol, metanol, fenol, kamper, nitrobenzena, terpentin, dan asam benzoat.
Akhirnya, jasadnya diperban dengan kain linen yang dibasahi larutan merkuri biklorida dan etanol. Kemudian, tim kedua menutupinya dengan lilin di wajah dan tangannya. Seluruh proses tersebut memakan waktu sekitar satu tahun.
Gereja memutuskan untuk tidak menguburkan kembali Paus Yohanes XXIII, tetapi memajangnya untuk dikunjungi para peziarah.
Lebih dari 25.000 orang mengunjungi Basilika Santo Petrus setiap hari, dan banyak umat beriman masih percaya bahwa kondisi tubuhnya yang tidak rusak merupakan mukjizat.
Baca Juga: Ritual Apa Saja yang Harus Ditunaikan Setelah Paus Fransiskus Wafat?
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan pengetahuan yang mendalam.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR