Nationalgeographic.co.id—Perubahan iklim menimbulkan ancaman nyata dan mendesak bagi perekonomian global. Swiss Re Institute memproyeksikan bahwa jika suhu global naik sebesar 3,2°C – sebuah skenario terburuk – Produk Domestik Bruto (PDB) global dapat menyusut hingga 18% pada tahun 2050.
Negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Singapura, sangat rentan terhadap dampak lingkungan ini, mulai dari kenaikan permukaan laut, peningkatan tekanan panas, hingga penurunan curah hujan.
Konsekuensinya bagi Singapura cukup signifikan: pasokan air dan ruang hijau terancam, permintaan energi untuk pendinginan melonjak, dan kesehatan masyarakat akan terdampak negatif. Dalam skenario tanpa tindakan kolektif global untuk mitigasi iklim, PDB keseluruhan Singapura bahkan dapat menurun drastis hingga sekitar 47% pada tahun 2048.
Ancaman dahsyat inilah yang mendorong Singapura untuk bertindak cepat. Negara ini telah meluncurkan berbagai program strategis untuk membangun kapasitas adaptif dalam menghadapi dampak buruk perubahan iklim. Pada awal tahun 2021, Pemerintah Singapura memperkenalkan Green Plan 2030.
Rencana ambisius ini, seperti dilansir laman Site Selection, memiliki lima pilar utama yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan ekonomi, iklim, dan sumber daya negara.
Green Plan 2030 juga menegaskan kembali komitmen Singapura terhadap Perjanjian Paris dan Agenda Pembangunan Berkelanjutan PBB 2030, serta menetapkan fokus untuk menjadi negara rendah karbon dalam satu dekade ke depan.
Kota dalam Alam: Mengelola Sumber Daya untuk Masa Depan yang Tangguh
Sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, pilar "City in Nature, Sustainable Living and Resilient Future" berfokus pada pengurangan emisi karbon melalui perluasan ruang hijau.
Pada saat yang sama, pilar ini menekankan pentingnya penghematan sumber daya dengan menerapkan prinsip ekonomi sirkular. Visi utamanya adalah mencapai target nol limbah melalui implementasi program daur ulang yang kuat di seluruh ekosistem dan rantai nilai sumber daya.
Salah satu pencapaian yang menonjol adalah daur ulang air limbah menjadi NEWater – air minum berkualitas sangat tinggi yang bahkan melampaui pedoman air minum dari USEPA dan WHO.
Teknologi ini tidak hanya memastikan Singapura memenuhi kebutuhan air bersihnya, tetapi juga efektif dalam mengatasi tantangan pengolahan air limbah.
Baca Juga: Tak Hanya Sukses di Lapangan, Liverpool Juga Juara di Luar Lapangan Lewat Sustainability
Pemerintah Singapura tengah mengeksplorasi inovasi serupa untuk aplikasi lain, seperti mengubah residu pengolahan limbah menjadi NEWSand. Bahan ini direncanakan akan digunakan dalam konstruksi dan berpotensi untuk reklamasi lahan.
Dalam sebuah kolaborasi yang inovatif, Badan Lingkungan Nasional bersama Inashco, Remex Minerals Singapore, dan Zerowaste Asia telah berhasil memproduksi NEWSand dengan membakar abu dasar insinerator dan memanfaatkannya sebagai lapisan dasar atau lapisan bawah dalam proyek pembangunan jalan.
Penataan Ulang Energi: Menggerakkan Perubahan
Pilar "Energy Reset" merupakan kunci untuk mengurangi jejak karbon Singapura secara keseluruhan. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi energi, baik di bangunan perumahan maupun komersial, seraya mendorong adopsi sumber energi yang lebih bersih untuk seluruh kendaraan dan pembangkit listrik.
Saat ini, energi surya dianggap sebagai sumber energi terbarukan paling menjanjikan untuk pembangkit listrik di Singapura, dengan kapasitas terpasang mencapai 350 megawatt-peak (MWp) dari berbagai proyek ladang surya.
Pada Juni 2021, Singapura mencatat tonggak penting dengan membangun salah satu ladang surya terapung terbesar di dunia di Waduk Tengeh. Ladang surya ini membentang seluas sekitar 45 lapangan sepak bola dan memiliki kapasitas 60 MWp.
Singapura menetapkan target ambisius untuk mencapai kapasitas energi surya sebesar 1,5 GWp pada tahun 2025 dan 2 GWp pada tahun 2030. Target ini akan dicapai melalui pembangunan ladang surya serupa di waduk-waduk lain serta integrasi proyek surya di berbagai sektor industri.
Untuk mengurangi polusi dari kendaraan konvensional, Singapura akan menghentikan pendaftaran baru kendaraan diesel mulai tahun 2025. Selain itu, negara ini berkomitmen untuk memasang lebih dari 60.000 titik pengisian kendaraan listrik (EV) di seluruh negeri pada tahun 2030.
National Electric Vehicle Centre, sebuah entitas publik yang baru dibentuk, akan memimpin pengembangan ekosistem EV yang kuat. Ini mencakup pengembangan teknologi terkait EV melalui kolaborasi erat dengan para pemangku kepentingan industri dan badan pemerintah terkait.
Sektor energi terbarukan dan EV menawarkan banyak peluang bagi para pemangku kepentingan industri untuk berkolaborasi dalam proyek-proyek mendatang dan menempatkan fasilitas Research and Development (R&D) mereka di Singapura.
Baca Juga: Sustainability: Lima Alasan Krusial Mengimplementasikan Ekonomi Sirkular
Sebagai contoh, fasilitas multifungsi Hyundai Motor di Jurong dijadwalkan siap beroperasi pada tahun 2022, dengan fokus memproduksi EV dan meningkatkan kemampuan Research and Development dalam bidang seperti pengemudian otonom dan manufaktur cerdas, seiring dengan peluncuran program percontohan e-mobilitas mereka di negara kota ini.
Mendorong Ekonomi Hijau: Inovasi untuk Pertumbuhan Berkelanjutan
Pilar "Ekonomi Hijau" bertujuan untuk mentransformasi sektor keuangan, usaha kecil dan menengah (UKM), serta sains & teknologi (S&T) agar memiliki keunggulan kompetitif dalam keberlanjutan.
Singapura berambisi memanfaatkan posisinya sebagai pusat keuangan global untuk menjadi pemimpin dalam pembiayaan hijau (green finance) dan perdagangan karbon.
Sektor S&T Singapura menunjukkan pertumbuhan pesat, didorong oleh rencana lima tahun Penelitian, Inovasi, dan Kewirausahaan (Research, Innovation and Enterprise/RIE).
Rencana RIE bertujuan mengembangkan teknologi inovatif yang dapat membantu Singapura mengatasi keterbatasan sumber daya dan tantangan iklim, dengan tujuan akhir mendorong pertumbuhan ekonomi dan transformasi perusahaan.
RIE2025, misalnya, berfokus pada penguatan penelitian interdisipliner di bidang-bidang baru seperti informatika material, nanoelektronika, dan nutri-epigenetika.
Salah satu kisah sukses yang patut dicatat adalah NanoFilm, perusahaan yang didirikan di Nanyang Technological University. NanoFilm berhasil mengintegrasikan material canggih dan produk nano ke dalam produk klien utama mereka di sektor energi bersih dan kendaraan pintar.
Para pemangku kepentingan industri yang berfokus pada kegiatan Litbang dan solusi keberlanjutan inovatif di bidang-bidang seperti pembiayaan hijau, penangkapan karbon (carbon capture), dan material hemat energi akan menemukan banyak peluang pertumbuhan di Singapura.
Negara ini tidak hanya mengembangkan proyek inovasi dalam negeri, tetapi juga menarik perusahaan dari berbagai ukuran untuk bergabung dalam ekosistem ini.
Baca Juga: Sustainability: 5 Inovasi Praktis untuk Mendorong Ekonomi Sirkular Dimulai dari Rumah Anda
Jurong Island, zona khusus yang selama ini didedikasikan untuk pemrosesan petrokimia serta kegiatan penyulingan minyak dan gas, akan menjadi model penting untuk adopsi solusi keberlanjutan seiring dengan transformasinya menjadi taman energi dan kimia berkelanjutan.
Shell, misalnya, telah menjajaki metode inovatif untuk mengekstraksi sumber daya berharga dari limbah dan mengurangi jumlah limbah yang dikirim untuk insinerasi di Jurong Island.
Peluang dan Dukungan untuk Masa Depan Hijau
Singapura telah lama menjadi pilihan utama bagi perusahaan asing untuk mendirikan kantor regional, menjadikannya pintu gerbang strategis ke Asia Tenggara.
Negara kota ini menawarkan akses ke tenaga kerja yang sangat terampil, stabilitas politik yang tinggi, dan dukungan pemerintah yang signifikan bagi investor baru, sekaligus berfungsi sebagai platform untuk menjangkau pasar lain di seluruh Asia Tenggara.
Tak hanya itu, Singapura juga telah memantapkan diri sebagai trendsetter dalam menerapkan kebijakan untuk mencapai emisi nol bersih di kawasan ini.
Amerika Serikat dan Singapura telah mencapai kesepakatan untuk berkolaborasi dalam aksi iklim dan tata kelola lingkungan. Kerja sama ini juga bertujuan menciptakan peluang di sektor pertumbuhan hijau, termasuk transisi energi, pengembangan infrastruktur energi bersih, dan transportasi berkelanjutan.
Angin segar diperkirakan akan terus berembus di sektor ini, dengan alokasi anggaran sebesar SGD 180 juta (setara AS$132 juta) yang telah disiapkan untuk membantu perusahaan-perusahaan Singapura memperkuat kemampuan keberlanjutan mereka dan memanfaatkan peluang dalam ekonomi hijau.
Bagi para pemangku kepentingan industri yang ingin berkontribusi pada pencapaian target Green Plan 2030, mempertimbangkan untuk memasuki pasar atau mendirikan fasilitas Litbang di Singapura adalah langkah strategis.
Mereka dapat memanfaatkan insentif investasi seperti Resource Efficiency Grant dan Energy Efficiency Fund. Hibah ini menyediakan dukungan finansial hingga 50% dari belanja modal yang dikeluarkan untuk meningkatkan efisiensi energi dalam operasional perusahaan.
Meskipun dorongan Singapura menuju masa depan yang berkelanjutan menciptakan banyak peluang di seluruh pilar utama Green Plan 2030, perusahaan harus selalu mempertimbangkan karakteristik unik Singapura, seperti kekurangan sumber daya alam, luas lahan yang terbatas, dan kondisi iklimnya, dalam merancang solusi keberlanjutan mereka.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
KOMENTAR