Burung bahkan memiliki metabolisme yang lebih tinggi dibandingkan mamalia dengan ukuran tubuh sebanding. Suhu tubuh mereka bisa mencapai 41 hingga 43 derajat Celsius.
Contohnya, burung kolibri yang mengepakkan sayap hingga 5.400 kali per menit perlu mengonsumsi setengah dari berat tubuhnya setiap hari, atau makan setiap 10 hingga 15 menit.
Sebaliknya, hewan berdarah dingin atau ektotermik — seperti sebagian besar reptil dan ikan — mengandalkan suhu lingkungan untuk mengatur suhu tubuhnya.
Karena mereka tidak perlu membakar energi untuk memanaskan tubuh, mereka bisa bertahan hidup tanpa makan dalam waktu yang sangat lama. Buaya, misalnya, dapat bertahan lebih dari setahun tanpa makanan.
Selama bertahun-tahun, para ilmuwan mengasumsikan bahwa karena reptil modern berdarah dingin, maka nenek moyang reptil kuno juga demikian. Tapi asumsi ini mulai dipertanyakan.
“Sering kali, jika kita hanya melihat hewan modern dan membuat asumsi tentang kondisi leluhur berdasarkan keadaan saat ini, hasilnya bisa menyesatkan,” jelas Jingmai O’Connor, kurator fosil reptil di Field Museum, Chicago.
Perubahan besar dalam pandangan ilmiah mulai terjadi pada akhir 1960-an, setelah ditemukannya fosil Deinonychus, dinosaurus mirip burung.
Sejak saat itu, peneliti mulai menemukan ciri-ciri fisik yang menunjukkan bahwa banyak dinosaurus—termasuk nenek moyang burung—sebenarnya berdarah panas.
Salah satu buktinya adalah keberadaan bulu, yang berfungsi menjaga panas tubuh— sesuatu yang tidak diperlukan oleh hewan berdarah dingin.
Di laboratoriumnya, Woodward meneliti bukti lainnya: struktur mikro jaringan tulang. Ia menemukan bahwa tulang hewan berdarah panas berbeda secara mencolok dari hewan berdarah dingin, karena pertumbuhan hewan berdarah dingin biasanya lebih lambat.
Kecepatan pertumbuhan ini tercermin dalam struktur mineral tulangnya, yang bisa diibaratkan sebagai "serat-serat kecil."
“Saya membayangkan mereka seperti permainan pick-up sticks. Jika pertumbuhannya lambat, serat-serat itu akan sejajar dan tampak datar,” kata Woodward. “Tapi jika pertumbuhannya cepat, susunan serat itu akan acak dan tidak teratur” — struktur seperti inilah yang umum ditemukan pada tulang hewan berdarah panas.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR