Baca Juga: Sejarah Dunia Kuno: Bagaimana Jalur Sutra Turut Menyebarkan Agama?
Ketika pria itu telah cukup menguasai bahasa Yunani, ia menjelaskan kepada mereka bahwa ia adalah seorang pelaut India. Kapalnya telah menyimpang dari jalurnya. Ia berterima kasih atas perlakuan yang diterimanya di Alexandria. Karena itu, ia menawarkan diri untuk menjadi pelaut bagi kapal Yunani mana pun yang akan mengembalikannya ke tanah airnya.
Raja Mesir (Ptolemeus VIII Euergetes II) mempercayakan komando ekspedisi India kepada penjelajah Eudoxus dari Cyzicus. Eudoxus adalah seorang Yunani yang telah memasuki istana Alexandria sebagai duta besar kota asalnya, Cyzicus, di pesisir Laut Marmara. Di istana, Eudoxus mendengar tentang rute pelayaran di Sungai Nil dan keajaiban eksotis di sepanjang pesisir Laut Merah.
Eudoxus adalah orang yang cerdik. Ia pun segera mencari cara terbaik untuk menyeberangi Samudra Hindia. Informasi penting yang dibutuhkan adalah bagaimana memanfaatkan perubahan kondisi musim. Angin muson bertiup dari barat daya menuju India dari Maret hingga September. Dan dari timur laut menuju Mesir dari Oktober hingga Februari.
Dengan mengikuti saran pelaut dan memanfaatkan angin muson, Eudoxus berhasil menempuh perjalanan dari Mesir ke India. Pelayaran dilakukan dalam hitungan minggu. Kemudian, setelah bertukar hadiah dengan raja-raja setempat, ia kembali ke Alexandria dengan membawa rempah-rempah dan batu-batu berharga.
Pelayaran perintis Eudoxus menyingkap dunia baru yang menarik bagi orang-orang sezamannya. “Para pedagang dari Timur dan Barat segera memanfaatkan peluang untuk berdagang melintasi Samudra Hindia,” Sanchez menambahkan.
Alexandria yang Kosmopolitan
Setelah penaklukan Romawi atas Mesir pada tahun 30 SM, Alexandria menjadi pelabuhan utama untuk barang-barang yang datang dari Timur. Setelah mencapai pantai Laut Merah, barang-barang ini diangkut ke pedalaman dengan unta ke Sungai Nil dan dikirim ke Alexandria. Dari sana barang-barang tersebut didistribusikan ke seluruh Mediterania.
Orang-orang dari Timur Tengah dan India menjadi “pemandangan” yang umum di jalan-jalan Alexandria. Orang-orang Suriah, Arab, Persia, dan India berbaur dengan orang-orang Yunani dan Romawi.
Sebuah papirus ditemukan di Oxyrhynchus, sebuah kota di selatan Kairo. Papirus itu berisi naskah untuk sebuah drama komedi yang sebenarnya berlatar di India. Drama tersebut, yang disebut Charition, menampilkan seorang raja yang mabuk dan penuh nafsu. Dalam naskah juga ada seorang kapten kapal yang dengan cemas menunggu angin muson yang menguntungkan. Ada juga seorang bodoh dan orang-orang India yang berbicara dengan bahasa palsu yang dimaksudkan untuk membangkitkan “bahasa barbar.”
Tampaknya stereotip tentang Timur tersebar luas di Mesir Yunani-Romawi. Semua barang dan orang harus melewati Kota Koptos (juga dikenal sebagai Qift). Koptos adalah sebuah pusat perdagangan di tepi Sungai Nil. Dari sini, beberapa rute kafilah berangkat melalui Gurun Timur Mesir menuju Laut Merah.
Sebuah prasasti yang ditemukan di Koptos mencatat bahwa mereka yang melewatinya dengan kafilah harus membayar tarif yang bervariasi. Besarnya biaya itu tergantung pada profesi pelancong. Misalnya, pengrajin terampil membayar delapan drachma; pelaut, lima; istri tentara, 20. Sementara itu, pelacur harus membayar 108 drachma.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR