“Seres menyisir daun-daun. Bulunya yang halus seperti sutra,” tulis Virgil.
Di Barat, banyak orang menyadari bahwa ada kerajaan yang jauh di mana kain halus diproduksi. Kain halus itu dibawa kembali untuk ditenun dengan benang emas di Alexandria. Kain itu juga diwarnai dengan warna ungu kekaisaran Tirus. “Tetapi lokasi pasti tempat yang menakjubkan ini merupakan misteri bagi sebagian besar orang,” ungkap Sanchez.
Setelah tiba di India, para pedagang biasanya tidak langsung melanjutkan perjalanan ke Tiongkok. Mereka akan berhenti terlebih dahulu di Pulau Taprobane (Sri Lanka) dan kemudian menyeberangi Selat Malaka. Dari sana, mereka melanjutkan perjalanan ke Cattigara (Óc-Eo), di delta Sungai Mekong di Vietnam.
Batu-batu mulia diukir dengan motif yang terinspirasi dari Romawi. Ada medali yang memuat gambar kaisar Romawi Antoninus Pius dan Marcus Aurelius telah ditemukan di Cattigara. Selain itu, ada benda-benda Tiongkok dan India. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa Cattigara adalah pusat perdagangan yang ramai. Kemungkinan duta besar Romawi, yang datang ke istana Luoyang atas nama Marcus Aurelius, sebenarnya adalah pedagang Cattigara.
Rute darat yang berbahaya
Para pedagang juga memiliki pilihan untuk melakukan perjalanan ke arah timur melalui darat. Perjalanan itu dilakukan dengan unta melintasi padang rumput dan gurun di Asia Tengah. Rute darat ini telah ditetapkan selama berabad-abad. Bangsa Nabatea dari Arabia membawa dupa dalam karavan dari Yaman ke Petra di wilayah Yordania modern. Dan kemudian ke Mediterania melalui pelabuhan Al-'Arish (Mesir) dan Gaza.
Para pedagang Palmyra, “Venesia di Padang Pasir” yang legendaris, mengimpor sutra, mutiara, dan segala jenis rempah-rempah. Barang-barang eksotis itu diimpor dari Mesopotamia dan Teluk Persia.
Namun, para kaisar Romawi selalu ingin berdagang dengan Kekaisaran Tiongkok secara langsung. Mereka menyingkirkan semua perantara. Namun, upaya untuk melakukan hal ini melalui jalur darat penuh dengan kesulitan dan bahaya. Musuh Romawi, bangsa Parthia, menguasai kekaisaran yang kuat di wilayah yang saat ini merupakan Iran, Afghanistan, dan Pakistan. Bangsa Parthia akan mengalihkan karavan Romawi ke pelabuhan dan pasar yang berada di bawah kendali mereka.
Bangsa Romawi melakukan banyak upaya untuk membuka rute darat baru ke Timur. Ahli geografi Isidore dari Charax menggambarkan rute dari Suriah Romawi ke wilayah Arachosia di Afghanistan. Gambar tersebut dibuat dalam pamflet abad pertama SM, “Parthian Stations”.
Parthian Stations merinci jarak antarkota dan menyebutkan di mana terdapat benteng pertahanan dan harta karun kerajaan. Dokumen ini bahkan menyebutkan titik-titik di mana kontingen Romawi dapat mengisi kembali perbekalannya atau menyeberangi sungai.
Para ahli geografi Ptolemeus dan Marinus dari Tirus menyebutkan Maes Titianus, seorang pengelana yang digambarkan berasal dari Makedonia. Maes Titianus membiayai ekspedisi komersial ke Kekaisaran Tiongkok. Ia menyewa pedagang yang memulai perjalanan mereka di Hierapolis (sekarang Manbij di Suriah).
Kemudian mereka pergi ke selatan melalui Mesopotamia dan menyeberangi Sungai Tigris. Setelah menyeberangi Sungai Tigris, mereka melanjutkan perjalanan ke Baktria (Balkh di Afghanistan). Pada titik itu, mereka baru setengah jalan menuju Kekaisaran Tiongkok. Di depan mereka terbentang perjalanan selama beberapa minggu untuk mencapai Tashkurgan dan hulu Sungai Yarkant. Diperlukan 10 hari lagi untuk mencapai Kashgar, di Cekungan Tarim bagian barat. Lalu kemudian menyeberangi Pamir untuk memasuki wilayah Tiongkok.
Tidak diketahui apakah para pedagang yang disewa oleh Maes Titianus pernah mencapai ibu kota Kekaisaran Han. Sumber-sumber Kekaisaran Tiongkok menyebutkan bahwa kontak pertama dengan Barat adalah para pedagang yang melakukan perjalanan dari Malaysia. Kontak itu terjadi pada tahun 166 M.
Namun, rombongan Maes menghabiskan waktu hampir 2 tahun dalam perjalanan mereka melintasi Eurasia. Coba bandingkan dengan beberapa minggu yang dibutuhkan untuk menyeberangi Samudra Hindia dari pelabuhan-pelabuhan Laut Merah. “Dapat dipahami bahwa misi seperti yang dilakukan Maes Titianus akan menjadi luar biasa,” tutur Sanchez.
Kebanyakan orang Barat paling dekat dengan Timur dengan membeli kain sutra di pasar-pasar Yunani dan Roma. Di sana para pedagang akan membual tentang kisah-kisah menakjubkan tentang perjalanan mereka ke Timur. Lewat bualan itu, mereka mencoba mendapatkan harga setinggi mungkin untuk barang-barang berharga yang dijual.
Seiring berjalannya waktu, matematika, bahasa, budak, penemuan-penemuan, dan Wabah Hitam telah melintasi rute-rute tersebut. Meskipun penggunaan Jalur Sutra naik dan turun, Roma dan Tiongkok Han mengalami dua periode tambahan perdagangan yang intens. Selama era Dinasti Tang di Kekaisaran Tiongkok (618 hingga 907 M), perdagangan multiarah berkembang pesat.
Kebangkitan terakhir Jalur Sutra terjadi di bawah kendali Mongol pada abad ke-13 dan ke-14. Jalur Sutra meredup ketika Kekaisaran Ottoman mencegah perdagangan darat langsung Eropa dengan Timur. Kekaisaran Ottoman mengenakan pajak tinggi, yang menyebabkan meningkatnya penggunaan rute laut. Ketika para pedagang mulai mencari jalur baru ke Asia, seorang penjelajah Italia, Christopher Columbus, akan berlayar ke Amerika.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR