Nationalgeographic.co.id—Penelitian terbaru mengungkap bahwa dinosaurus Tyrannosaurus rex yang legendaris kemungkinan berevolusi di lokasi yang berbeda dari para leluhurnya langsung.
Studi ini memperkuat penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa nenek moyang T. rex berasal dari Asia dan bermigrasi ke Amerika Utara saat permukaan laut turun, sehingga terbentuk jembatan darat antar benua.
Studi yang diterbitkan pada Rabu (7 Mei) di jurnal Royal Society Open Science ini memberikan bukti tambahan bahwa T. rex berkembang di wilayah yang sekarang menjadi Amerika Utara—sementara leluhur langsungnya yang belum ditemukan, kemungkinan besar muncul di Asia dan bermigrasi ke Bumi bagian barat lebih dari 70 juta tahun lalu.
T. rex hidup antara 67 hingga 66 juta tahun yang lalu pada periode Kapur Akhir, dan bisa tumbuh hingga sangat besar—setinggi 3,8 meter di bagian pinggul dan sepanjang 12 meter dari kepala hingga ekor.
Sebagian besar fosilnya ditemukan di Montana dan South Dakota, Amerika Serikat, serta Alberta, Kanada—wilayah yang dulu merupakan bagian dari benua pulau bernama Laramidia, yang membentang dari Alaska hingga Meksiko.
Asal-usul geografis T. rex telah lama menjadi bahan perdebatan di kalangan paleontolog. Karena secara anatomi T. rex lebih mirip dengan tyrannosaurid Asia dibandingkan dengan tyrannosaurid dari Amerika Utara, sebuah studi tahun 2016 menyimpulkan bahwa nenek moyangnya berasal dari Asia dan bermigrasi ke Amerika Utara.
Penelitian terbaru ini mendukung kesimpulan tersebut, serta menunjukkan bahwa T. rex kemudian berevolusi di Amerika Utara.
“Dari mana tepatnya T. rex berasal telah menjadi perdebatan sengit,” ujar penulis utama studi ini, Cassius Morrison, mahasiswa doktoral di University College London (UCL). “Model kami menunjukkan bahwa ‘kakek-nenek’ T. rex kemungkinan datang dari Asia, menyeberangi Selat Bering antara Siberia dan Alaska.”
Dengan menganalisis lokasi dan waktu penemuan berbagai spesies tyrannosaurid, silsilah evolusi mereka, serta iklim setempat, para peneliti menemukan bahwa fosil T. rex tersebar luas di wilayah Laramidia.
Mereka juga menemukan bahwa leluhur T. rex hidup di Asia dan Laramidia, yang menunjukkan migrasi dari Asia ke Amerika Utara sekitar 72 juta tahun lalu, pada akhir zaman Kapur (Late Campanian hingga awal Maastrichtian).
“Temuan ini konsisten dengan studi sebelumnya yang menyebut T. rex lebih dekat dengan spesies dari Asia seperti Tarbosaurus dibandingkan dengan kerabat Amerika Utaranya seperti Daspletosaurus,” kata Morrison.
Baca Juga: Apakah Ayam Keturunan Dinosaurus? Ini Jawaban Ilmiah Profesor Genetik
“Puluhan fosil T. rex telah ditemukan di Amerika Utara, namun temuan kami menunjukkan bahwa fosil leluhur langsungnya kemungkinan masih tersembunyi di Asia.”
Steve Brusatte, paleontolog dari University of Edinburgh dan rekan penulis studi tahun 2016, menyebut studi terbaru ini sebagai “karya ilmiah yang luar biasa.”
“T. rex adalah dinosaurus khas Amerika: besar, berani, dan buas—penguasa Amerika Utara bagian barat di akhir zaman dinosaurus,” kata Brusatte melalui email. “Namun kenyataannya, ia adalah pendatang. Dinosaurus paling ikonik dari Amerika ternyata adalah imigran dari Asia.”
Ukuran Raksasa
Penelitian ini juga memodelkan bagaimana kelompok tyrannosaurid dan megaraptor—kerabat dekatnya—berevolusi hingga mencapai ukuran raksasa. Para peneliti menemukan bahwa megaraptor, yang bisa tumbuh hingga 10 meter panjangnya, mulai berkembang menjadi besar pada periode yang sama dengan tyrannosaurid.
Diduga, kedua kelompok ini mengalami evolusi ukuran tubuh yang cepat setelah peristiwa pemanasan global sekitar 92 juta tahun lalu, yang dikenal sebagai Cretaceous Thermal Maximum (CTM).
Pemanasan ini dipicu oleh peningkatan kadar CO₂ dan metana di atmosfer akibat aktivitas vulkanik dan tektonik. Pada masa ini, suhu permukaan laut di daerah tropis bisa mencapai 35°C.
Setelah periode CTM berakhir, suhu global dan kadar gas rumah kaca menurun. Para peneliti berpendapat bahwa tyrannosaurid dan megaraptor mampu bertahan lebih baik daripada kelompok dinosaurus besar lainnya yang punah akibat penurunan suhu tersebut. Kepunahan ini membuka ruang ekologis yang memungkinkan mereka tumbuh jauh lebih besar.
“Temuan kami memberi gambaran bagaimana tyrannosaurus raksasa muncul di Amerika Utara dan Selatan selama zaman Kapur, dan mengapa mereka bisa tumbuh begitu besar menjelang akhir era dinosaurus,” kata Charlie Scherer, lulusan magister dari UCL yang juga menjadi salah satu penulis studi ini.
“Mereka kemungkinan tumbuh sebesar itu untuk menggantikan theropoda raksasa dari kelompok Carcharodontosauridae yang punah sekitar 90 juta tahun lalu,” tambahnya. “Kepunahan ini kemungkinan menghilangkan hambatan ekologis yang sebelumnya mencegah tyrannosaurus tumbuh sebesar itu.”
Brusatte menambahkan bahwa studi ini menunjukkan betapa besar pengaruh iklim terhadap bahkan dinosaurus terbesar sekalipun.
“Tampaknya tyrannosaurus bisa tumbuh besar berkali-kali secara independen, terutama ketika iklim yang lebih sejuk mendukung peningkatan ukuran tubuh,” katanya.
“Lebih mudah menjadi besar saat suhu lebih dingin. Raja para dinosaurus tidak ditakdirkan untuk berkuasa—mereka dibantu oleh iklim.”
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Live Science,Royal Society Open Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR