Nationalgeographic.co.id—Samudra, yang begitu luas meliputi 70% permukaan Bumi, adalah gudang keanekaragaman hayati yang tak ternilai. Lebih dari sekadar ekosistem, lautan juga menjadi penggerak vital bagi ekonomi global melalui beragam aktivitas seperti perikanan, pelayaran, pertambangan, dan banyak industri lainnya.
Namun, peran ekonominya ini seringkali berbenturan dengan kebutuhan mendesak untuk melindungi kehidupan di dalamnya.
Setiap tahun, lautan memberikan kontribusi sekitar AS$2,5 triliun bagi PDB dunia. Bayangkan, jika lautan adalah sebuah negara, ekonominya akan menempati peringkat ketujuh terbesar di dunia.
Ironisnya, sebagian besar aktivitas ekonomi kelautan saat ini bersifat ekstraktif dan menghasilkan polutan, yang justru merusak lautan yang menjadi fondasi keberlangsungan ekonomi itu sendiri.
Kerusakan ini, yang diwujudkan dalam peningkatan kepunahan spesies dan penghangatan perairan, secara inheren mengancam pertumbuhan ekonomi masa depan. Dampaknya meluas, memengaruhi ketahanan pangan, kesehatan manusia, bahkan mengurangi kemampuan vital lautan sebagai penyerap karbon.
Menghadapi tantangan ini, banyak pihak kini menggantungkan harapan pada sebuah konsep yang dikenal luas sebagai "ekonomi biru".
Tiada Ekonomi Sehat Tanpa Lautan yang Sehat
Hingga kini, belum ada satu definisi tunggal yang diterima secara universal mengenai ekonomi biru. Bagi sebagian orang, ini sesederhana merujuk pada semua industri yang terkait dengan kelautan.
Namun, seperti dilansir Dialogue Earth, Bank Dunia memberikan deskripsi yang jauh lebih terperinci dan berorientasi masa depan: "pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan mata pencaharian, dan lapangan kerja sambil tetap menjaga kesehatan ekosistem laut."
Jason Scorse, Direktur Center for the Blue Economy di Middlebury Institute of International Studies, berpandangan bahwa untuk benar-benar membawa perubahan, konsep ekonomi biru harus mengadopsi definisi yang menekankan keberlanjutan secara mendalam.
"Banyak organisasi terkemuka benar-benar berusaha mendorong gagasan bahwa ini adalah subkumpulan industri masa depan yang lebih sempit," jelas Scorse, yang menurutnya, "akan ramah iklim dan membantu lautan beregenerasi serta pulih."
Baca Juga: Karbon Biru: Bukan Asia Apalagi Eropa, Pemimpin Ekonomi Biru Datang dari Wilayah Ini
KOMENTAR