Nationalgeographic.co.id—"Itoe satoe potong saroeng, boeat persen, soedah saja trima. Dan saja matoer trima kasih. Njonja poenja kebaikan atie, jang soeda melakoeken kirim itu persen, kaloe saja tidak bisa balas, saja doaken Toehan aken membalasnja. Dan saja harep persamboengan dagang kita aken troes," tulis Madras Loebis, pemilik Batik Handel di Sibolga kepada Nyonya Liem Kioe An di Lasem pada 16 Maret 1928.
Agni Malagina, sinolog dan pegiat di Yayasan Lasem Heritage dan Museum Nyah Lasem, mengungkapkan penelusurannya tentang arsip perdagangan batik di Lasem. "Selama tiga tahun mencoba mencermati arsip-arsip tersebut sejak tahun 2022, ada beberapa arsip yang paling menarik bagi saya."
"Pertama adalah arsip catatan rekapitulasi rekan bisnis Nyonya Lim Kioe An di seluruh Nusantara," ujarnya. Dia mengatakan bahwa dalam selembar kertas berukuran A3 itu terdapat data 41 kota dan 109 nama distributor batik Lasem. Kedua arsip berisikan kode rahasia untuk komunikasi dan transaksi batik antara Nyonya Lim Kioe An dan Madras Loebis dari Sibolga.
"Arsip ini menarik perhatian saya karena digunakan privat oleh dua perusahaan dalam berkomunikasi melalui surat atau kartu pos, kemungkinan persaingan bisnis pada masa itu luar biasa kerasnya sehingga dibutuhkan sarana komunikasi privat yang aman dengan menggunakan kode rahasia," kata Agni. "Uniknya, kode rahasia tersebut menggunakan kosakata batik Lasem."
Kosakata batik yang dimaksud adalah nama motif atau corak batik Lasem. Sebagai contoh, kode "GADOENG" berarti "ada harapan saroeng toeroen harga"; atau kode "DJAMBON" berarti "pasaran rame, boleh kirimken saroeng lebi banjak dari biasa..."
Ada juga arsip surat yang menunjukkan khasanah arsip pemesanan beragam kain Lasem dengan penyebutan jenis, motif, warna. Berkat penelusuran arsip-arsip inilah saat ini kita dapat mengatahui informasi tentang batik Lasem yang beredar di daerah tertentu dengan selera kesukaan pelanggannya.
Atas nilai penting dan strategis dari keberadaan arsip ini, Yayasan Lasem Heritage bersama Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Rembang menggelar Pameran Arsip Memori Kolektif Bangsa "Jaringan Dagang Batik Lasem Awal Abad 20 (1900-1942)". Perhelatan ini digelar di Museum Nyah Lasem pada 28 Mei sampai 8 Juni 2025 setiap hari pada pukul 10.00 - 16.00 WIB.
Pecinan Lasem menjadi salah satu kota penghasil batik terbesar di Hindia-Belanda, selain Pekalongan dan Solo. Jaringan perdagangannya meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Banda, dan koloni-koloni Inggris seperti Singapura dan Malaysia. Koleksi ini memiliki nilai sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan pendidikan.
Perdagangan batik dan jaringan globalnya mengacu pada sistem atau serangkaian hubungan perdagangan di antara berbagai wilayah, negara, atau komunitas yang terlibat dalam produksi, distribusi, dan pertukaran barang batik.
Baca Juga: Kain Batik Lasem Berusia Seabad Singkap Jejaring Perdagangan Selat Malaka
Jaringan ini mencakup berbagai aspek, seperti produsen, pedagang, perantara, dan konsumen batik yang memainkan peran penting dalam rantai pasokan batik di pasar lokal dan internasional. Tidak hanya menggambarkan rantai nilai barang, tetapi jaringan perdagangan batik juga memainkan peran penting dalam menyebarkan budaya pakaian, khususnya di Asia Tenggara.
Boleh dibilang, batik memegang peran kunci dalam menjaga keberlanjutan budaya Indonesia serupa spesies kunci yang menjaga keseimbangan ekosistem. Keberadaan batik telah membantu menjaga kebanggaan dan identitas nasional, mendukung ekonomi lokal, membangkitkan pariwisata budaya, mewariskan nilai dan tradisi pembuatan batik, melestarikan seni dan kerajinan.
Apa yang bisa dilestarikan apabila kita melestarikan batik? Ada sederet elemen budaya dan tradisi lainnya yang turut lestari: Simbol dan pesan di baliknya, cara dan teknik pembuatan, peralatan batik, tanaman pewarna, arsitektur rumah batik, sejarah batik dan kota, arsip warga, tokoh-tokoh perintis batik, tarian atau tradisi yang menggunakan batik, pelestarian satwa dan puspa dalam motif batik, tradisi tutur atau cerita rakyat terkait batik.
Arsip Jaringan Perdagangan Batik Lasem pada Awal Abad ke-20 (1900-1942) itu terdiri atas 192 lembar arsip tekstual dalam tiga bahasa (Baba Melayu atau Melayu Tionghoa; Belanda; dan Mandarin), berisi informasi mengenai jaringan perdagangan batik Lasem, yang dikenal sebagai Tiongkok Kecil.
Arsip ini menceritakan kisah hubungan sejarah regional yang berkaitan dengan jaringan perdagangan Batik Indonesia, yang cukup luas, mencakup seluruh wilayah Indonesia. Batik juga memiliki hubungan perdagangan dengan koloni-koloni Inggris seperti Singapura dan Malaysia.
Bahan baku untuk produksi batik termasuk yang berasal dari Eropa (kain katun, pewarna sintetis), Jepang (kain katun), dan India (pewarna sintetis). Jaringan perdagangan ini memanfaatkan jalur laut yang terkait dengan Jalur Rempah Nusantara di era kolonial, dengan menggunakan kapal-kapal perusahaan Belanda, khususnya Koninklijke Paketvaart Maatschappij.
Khasanah arsip yang dipamerkan dalam "Jaringan Dagang Batik Lasem Awal Abad Ke-20 (1900-1942)" berjumlah 276. Arsip itu terdiri atas:
Khasanah arsip keluarga Bapak Afnantio Soesantio dengan nama tertera pada arsip adalah Tio Oen Bien dan Tio Swan Sien berjumlah 130 lembar arsip.
Kepemilikan: pemilik pertama adalah Bapak Afnantio Soesantio, pemilik kedua adalah Ibu Lilyani (istri Bapak Afnantio Soesantio) dan kedua putra.
Khasanah arsip Liem Kioe An berjumlah 62 lembar arsip.
Kepemilikan: pemilik pertama adalah Bapak Afnantio Soesantio, pemilik kedua adalah Ibu Lilyani (istri Bapak Afnantio Soesantio) dan kedua putra.
Khasanah arsip Liem Kioe An yang baru ditemukan pada bulan Juni tahun 2024 setelah register MKB 2024 berjumlah 84 lembar arsip.
Kepemilikan: pertama adalah Bapak Afnantio Soesantio, pemilik kedua adalah Ibu Lilyani (istri Bapak Afnantio Soesantio) dan kedua putra.
Arsip telah diserahkan kepada Yayasan Lasem Heritage melalui Agni Malagina untuk digunakan sebesar-besarnya untuk keperluan penelitian dan ilmu pengetahuan, dikelola untuk model pelestarian arsip warga oleh komunitas, dan mendukung Museum Nyah Lasem serta ekosistem museum dan kearsipan di Kabupaten Rembang.
Arsip Memori Kolektif Bangsa 2025 yang dipamerkan terdiri dari beberapa tema yaitu: Rantai nilai produksi batik Lasem yang terdiri dari pemasok bahan baku hingga para distributor batik Lasem yang tersebar di dalam dan luar Nusantara; catatan perusahaan tentang distributor kain batik se-Nusantara; teknik pembuatan batik Lasem seperti adanya batik cap dan pewarnaan colet; pesanan kain batik berupa sarung anak, sarung, kain panjang dengan beragam motif dan warna; surat pengaduan atau keluhan atau komplain dari distributor kain batik; dokumen surat perjalanan barang, kargo dan kapal dari Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM); dan dokumen pembayaran pajak.
Menurut Agni, pameran arsip kali ini merupakan bentuk usaha diseminasi pentingnya arsip Memori Kolektif Bangsa Kabupaten Rembang bagi publik luas. Selain meningkatkan kepedulian warga atau masyarakat kepada perawatan arsip, Agni mengungkapkan bahwa pameran ini diharapkan menumbuhkan kecintaan pada arsip pribadi, keluarga, komunitas, maupun arsip resmi kelembagaan di Kabupaten Rembang. Kini arsip Jaringan Dagang Batik Lasem Awal Abad Ke-20 sedang berproses menuju Memory of the World Committee Asia Pacific.
Agni juga menambahkan bahwa gelaran pameran ini merupakan ajang "silaturahmi sekaligus mengenang satu tahun wafatnya Bapak Afnantio Soesantio" inisiator Museum Nyah Lasem. "Museum Nyah Lasem diinisiasi oleh Afnantio Susantio almarhum, yang menginginkan dan mendedikasikan rumah ini untuk menyimpan memori-memorinya terutama keluarganya yang membatik, mereka yang terlibat dalam pekerjaan membatik, dan para pekerja dalam rumah batiknya," ungkapnya.
Museum Nyah Lasem menempati rumah leluhur dari Soesantio. Rumah bergaya Cina-Hindia ini dibangun sekitar pertengahan abad ke-19. Pembagian ruangannya masih melestarikan tradisi Tionghoa. Ruang utama museum, misal, dahulunya merupakan ruang utama tempat altar sembahyang.
Lembaran-lembaran kertas yang menguning dan merapuh ini bukan sekadar kertas usang atau memori masa silam. Lembaran-lembaran ini adalah nadi pengetahuan, bukti sejarah, dan fondasi peradaban. Siapa yang menguasai arsip, sejatinya tengah memegang kendali atas narasi dan arah masa depan. Tanpa arsip, kita kehilangan konteks kehidupan yang telah kita bangun sehingga mudah dilupakan, bahkan dihapus dalam sejarah. Upaya dalam mengelola, melestarikan, dan membuka akses terhadap arsip merupakan langkah strategis demi menjaga hak ingatan kolektif kita.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR