Keempat, kawasan kepulauan memungkinkan penggantian spesies yang punah dari pulau-pulau sekitar. Teori klasik biogeografi pulau memprediksi bahwa tingginya jumlah spesies di suatu pulau terjadi saat pulau itu berada dekat dengan sumber tambahan spesies.
Perairan Raja Ampat merupakan rumah bagi penyu sisik (Eretmochelys imbricata), yang kini statusnya kritis dan populasinya terus menurun. Penyu ini diberi status terancam punah oleh IUCN sejak 1982, bahkan kritis sejak 1996. Di perairan Raja Ampat, penyu sisik hadir di Mikes Point di dekat Pulau Mansuar. Untuk melindunginya, pemerintah daerah Raja Ampat menetapkan Peraturan Daerah (Perda) No. 9 Tahun 2012, yang melarang penangkapan, perdagangan, dan kepemilikan penyu sisik. Meski regulasi telah diterapkan, populasi penyu sisik terus menurun drastis—lebih dari 80 persen dalam tiga generasi terakhir—akibat perburuan, perdagangan ilegal, dan kerusakan habitat.
Kawasan terumbu karang Raja Ampat juga menjadi bagian tempat pembiakan alami untuk banyak spesies ikan. Berkat arus laut dari Pasifik dan Laut Banda, ikan-ikan menyebar ke Pasifik Barat. Namun, apabila terumbu karang di kawasan ini rusak, berarti ekosistem laut dunia akan mengalami krisis besar.
Selain itu pari manta karang (Mobula alfredi) turut menjadi penghuni perairan Raja Ampat, yang statusnya rentan, dan populasi terus menurun. Pari ini cenderung menetap di perairan pesisir dan terumbu karang. Manta Sandy dan Manta Ridge di Raja Ampat menjadi titik penyelaman utama untuk mengamati pari manta karang dalam interaksi pembersihan dengan ikan-ikan kecil. Saat ini dikategorikan sebagai rentan dalam Daftar Merah IUCN sejak 2019. Populasinya kian menyusut akibat penangkapan tak disengaja dalam perikanan, juga degradasi habitat. Pemerintah Indonesia telah menetapkan perlindungan penuh melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yang melarang penangkapan dan perdagangan pari manta. Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan juga menjadi dasar hukum dalam perlindungan spesies ini.
Duyung (Dugong dugon) yang berstatus rentan, dan populasi terus menurun. Dikenal sebagai sapi laut, inilah mamalia laut herbivora yang bergantung pada lamun sebagai sumber makanan utama.
Di Bentang Laut Kepala Burung, praktik sasi dilakukan oleh masyarakat adat dengan cara menerapkan larangan pengambilan teripang yang hidup di antara lamun dalam waktu tertentu. Karena habitat padang lamun sama sekali tak terganggu, kelimpahan lamun pun meningkat. Pada akhirnya, sasi turut menyediakan makanan yang jumlahnya berlimpah ruah bagi penyu dan dugong, demi meningkatkan populasi mereka.
Bentang Laut Kepala Burung juga menjadi hunian cunding atau kakap merah bungkuk (Lutjanus gibbus), teripang pasir (Holothuria scabra), hiu wobbegong (Orectolobus spp.), kerapu macan atau kerapu bintik (Epinephelus areolatus), dan scleractinia (Lobophyllia radians) yakni karang yang berdaya lenting atau pemulihan setelah mengalami gangguan.
David Wallace-Wells mengungkapkan pentingnya laut dalam satu bab pembahasan di bukunya yang bertajuk The Uninhabitable Earth, Life After Warming. "Terumbu karang menopang sampai seperempat dari seluruh kehidupan laut serta memasok makanan dan penghidupan untuk setengah miliar orang. Terumbu karang juga melindungi dari banjir akibat badai."
"Sebagai 70 persen permukaan Bumi, laut adalah lingkungan utama planet ini," tulisnya. Selain memberi makan kita, "laut juga memelihara musim-musim di planet ini, melalui arus yang sudah ada sepanjang sejarah [...]."
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR