Jika Anda pernah melihat kadal Papua Nugini saat kehilangan ekornya, Anda akan menyadari bahwa darahnya tidak berwarna merah – melainkan hijau.
Yang lebih mengejutkan, zat yang bertanggung jawab untuk darah berwarna hijau itu, menjadi racun bagi hewan lain apabila mereka membawanya dalam jumlah besar.
Alasan pasti mengapa zat beracun itu berada di tubuh kadal dan tidak membunuhnya, masih menjadi misteri. Namun, penelitian terbaru yang dipublikasikan pada jurnal Science Advances, berhasil membuat kemajuan penting untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Baca juga: Peneliti: Lebih Dari 300 Spesies Mamalia Belum Berhasil Ditemukan
Sementara darah berwarna merah yang dimiliki hewan lainnya berasal dari pigmen pembawa oksigen yang disebut hemoglobin, warna hijau pada kadal Papua Nugini berasal dari pigmen empedu bernama biliverdin.
Ia terbentuk ketika sel darah merah rusak dan disimpan dalam plasma. Dalam jumlah besar, biliverdin akan menutupi warna merah hemoglobin sepenuhnya.
Manusia dan hewan lainnya juga memproduksi biliverdin, namun kita mengeluarkannya ke usus -- di mana ia dieliminasi dari tubuh sebelum membentuk racun. Pada manusia, biliverdin dapat menyebabkan sakit kuning. Sementara pada kadal Papua Nugini, tidak memberikan efek penyakit apa pun.
“Kadal Papua Nugini memiliki biliverdin dengan konsentrasi tertinggi dibanding hewan mana pun. Namun, entah mengapa, ia berkembang dengan resistensi terhadap pigmen racun tersebut,” kata Zachary Rodriguez, pemimpin penelitian ini.
Rodriguez bersama dengan Profesor Chris Austin dari Lousiana State University, telah memimpin beberapa ekspedisi di hutan lebat Papua Nugini untuk memantau keanekaragaman reptil dan amfibi luar biasa yang ditemukan di sana.
Namun, kali ini, mereka fokus kepada kadal berdarah hijau yang tidak ditemukan di tempat lain, selain perbatasan Pulau Solomon.
Pada salah satu ekspedisi, para peneliti mengumpulkan sampel DNA dari 52 spesies kadal, termasuk enam spesies berdarah hijau (dua di antaranya belum terindentifikasi oleh sains).
Menggunakan informasi genetik tersebut, peneliti mampu membuat pohon keluarga kadal. Pohon itu menunjukkan setidaknya ada empat garis keturunan berbeda dari kadal berdarah hijau, yang masing-masing berevolusi secara independen dari leluhur berdarah merah.
“Kami sangat senang dengan sejarah rumit hewan-hewan ini. Juga terkejut dengan luasnya garis keturunan kadal berdarah hijau,” kata Rodriguez.
Baca juga: Banyak Nyamuk Saat Musim Hujan Usai, Usir dengan 5 Cara Mudah Ini
Fakta bahwa karakteristik tersebut muncul berulang kali menunjukkan bahwa darah hijau bukan hanya sekadar evolusi, tapi juga diistimewakan oleh seleksi alam.
Para ilmuwan menyatakan, memiliki kadar biliverdin dalam tubuh, mungkin bisa memberikan manfaat pada kadal. Ia membantu mengendalikan pembiakan parasit dalam darah, seperti malaria, yang biasanya menyerang dan melemahkan kadal.
Beberapa eksperimen pada hewan menunjukkan bahwa pigmen empedu, termasuk biliverdin, dapat bertindak sebagai antioksidan dan memiliki efek anti inflamasi. Ia melindungi tubuh dari molekul berbahaya yang dikenal dengan nama radikal bebas.
Sudut Pandang Baru Peluang Bumi, Pameran Foto dan Infografis National Geographic Indonesia di JILF 2024
Source | : | The Independent,Science Alert |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR