Berbagai upaya tanpa henti dilakukan demi menghasilkan pesawat udara yang lebih efisien. Seperti mengganti material badan pesawat dengan material mobil balap Formula 1, dan merancang ulang mesin untuk meningkatkan daya dorong yang lebih besar namun dengan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit.
Baca juga: Virus Langka yang Belum Bisa Disembuhkan Tewaskan Sembilan Warga India
Perubahan tidak hanya terjadi dalam ranah fisik dan desain pesawat. Lalu-lintas udara juga diperbaharui, sehingga dengan rute penerbangan yang semakin pendek dapat mengurangi penggunaan bahan bakar dan waktu tempuh.
Dengan segala upaya tersebut, hal utama yang ingin dicapai adalah efisiensi bahan bakar—selama ini menjadi pengeluaran terbesar bagi seluruh maskapai yang ada.
Bila dilihat dari sisi konsumen atau pengguna jasa penerbangan, hal di atas dapat diartikan sebagai upaya untuk menstabilkan harga tiket penerbangan yang banyak dipengaruhi oleh naik turunnya harga bahan bakar.
Hans J. Weber, presiden sebuah firma konsultan penerbangan, mengungkap bahwa perubahan dan "upaya tanpa henti" ini merupakan kemajuan besar. "Ini adalah kemajuan selama 25 tahun yang dimampatkan dalam 10 tahun," ujarnya.
Tuntutan akan adanya efisiensi terus disuarakan oleh para eksekutif di industri penerbangan. Menanggapi hal itu, pelaku manufaktur pesawat mengupayakan teknologi pesawat yang lebih ringan dan meniru rancangan mesin tingkat lanjut dari industri otomotif, seperti transmisi otomatis.
Pelaku manufaktur pesawat telah melakukan penghematan bahan bakar dua kali lebih besar dari yang dilakukan dalam dunia otomotif dan kereta api.
Pada 1980, dibutuhkan sekitar 46 galon—1 galon setara dengan 2,785 liter—bahan bakar untuk mengangkut penumpang sejauh 1000 mil—1 mil setara dengan 1,6 km. Sedangkan kini hanya butuh 22 galon, dan para pakar memprediksi angka tersebut masih bisa susut sampai di bawah 18 dalam satu dekade.
Baca juga: Mary Bell, Bocah Pembunuh Berantai Berdarah Dingin Asal Inggris
Perusahaan pembuat pesawat, Boeing dan Airbus membuat pesawat jarak jauh Boeing 787 Dreamliner dan Airbus A350, di mana setengah tubuhnya dibuat dari komposisi karbon dan fiber. Karbon-fiber 20 persen lebih ringan dibanding campuran aluminum.
Tidak hanya itu, Pratt & Whitney dan CFM, usaha patungan antara General Electric dan Safran, memperkenalkan mesin pesawat yang sanggup menghemat penggunaan bahan bakar hingga 15 persen.
Mesin tersebut dirancang untuk pesawat "satu gang", yang jumlahnya mencapai 75 persen dari total lebih dari 22.000 pesawat di seluruh dunia. Dengan menggunakan mesin tersebut, penghematan bahan bakar terjadi sebesar lebih dari USD 1 juta per pesawat, per tahun.
Selain itu sistem aerodinamik pada pesawat juga diperbaiki, termasuk adanya ekstensi vertikal di ujung sayap untuk menghindari tarikan.
Sistem kendali lalu lintas udara juga dilakukan dengan basis satelit. Sistem yang masih banyak berlaku saat ini berbasis radar yang merupakan warisan perang dunia II—yang memaksa pesawat terbang berbelok beberapa mil melenceng dari jalur. Dengan sistem baru, diharapkan terjadi efisiensi bahan bakar sebesar 12 persen.
Baca juga: Bagaimana Para Astronaut Menjalankan Salat dan Puasa di Luar Angkasa?
Upaya lain yang dilakukan adalah dengan mengurangi berat angkut pesawat, seperti mengganti bahan kursi dengan material yang lebih ringan dan merampingkan bentuk kursi. Setiap pengurangan satu pound sama artinya menghemat 30 galon bahan bakar per tahun.
Mungkin dalam 10 tahun ke depan, segala upaya dan inofasi yang ada akan semakin mengejutkan kita.
Source | : | Associated Press,National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR