Nationalgeographic.co.id – Tsunami langka nan ekstrem, mengoyak fyord Alaska tiga tahun lalu, setelah 180 juta ton batu pegunungan jatuh ke laut. Gelombang dahsyat yang menghancurkan garis pantai dan pepohonan pun tak dapat dihindari. Menurut peneliti, ketinggian gelombang saat itu mencapai 182 meter.
Bencana di tenggara Alaska pada 2015 tersebut, merupakan tsunami terparah keempat yang pernah terjadi di Bumi. Dan menurut peneliti, tsunami yang disebabkan mencairnya gletser ini, mungkin akan sering kita temui akibat perubahan iklim.
Ya, studi terbaru telah mengategorikan peristiwa itu sebagai “bahaya yang disebabkan perubahan iklim”.
“Tanah longsor akan semakin sering terjadi karena gletser terus menyusut dan permafrost mencair,” kata para ahli geologi dari Bretwood Higman of Ground Truth Trekking.
Baca juga: Hewan Laut yang Terjerat Sampah Plastik Kembali Tertangkap Kamera
Menurut Dan Shugar, geoscientist di University of Washington, 30-40 tahun lalu, Taan Fjord tidak ada sama sekali. Wilayah itu tertutup es semuanya.
Namun, sekitar 1961 hingga 1991, gletser – Tyndall Glacier – bergerak mundur sekitar 16 kilometer dan mengalami penipisan hingga 300 meter.
Ketika longsoran batu besar terjadi tepat di depan gletser, area sempit di fyord mengarahkanya pada gelombang raksasa yang bergerak secepat 60 mil per jam.
“Contoh mudahnya, bayangkan jika ada bola boling yang jatuh ke tengah bak mandi Anda. Air pasti akan keluar melalui beberapa sisi. Namun, jika bola boling jatuh tepat di pinggir bak, air tidak bisa bergerak ke mana-mana. Cara satu-satunya adalah dengan naik ke atas,” papar Shugar.
Delapan bulan setelah tsunami terjadi, para ilmuwan mulai mempelajari reruntuhan, serta mendeteksi garis pantai dari vegetasi, bebatuan, dan puing-puing besar yang seperti terkena ledakan senapan.
Tidak ada korban meninggal maupun terluka saat itu. Namun, Shugar khawatir, di masa depan mungkin kapal pesiar bisa terdampar di fyord Alaska akibat perubahan ekstrem. Dengan kata lain, tsunami dahsyat mungkin terjadi lagi di sana dan lebih parah.
Baca juga: Bahaya Polusi Udara: Membuat Kita Bodoh dan Merusak Paru-Paru
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR