Nationalgeographic.co.id – Di jantung hutan Amazon, masih ada ratusan suku asli yang belum berhasil dikontak. Mereka menjalani hidup yang terputus sama sekali dari dunia luar.
Belum lama ini, peneliti menangkap gambar anggota terakhir dari anggota suku terisolasi yang berhasil bertahan hidup sendiri di hutan selama beberapa dekade. Diduga ia menjadi satu-satunya anggota suku yang berhasil selamat, sementara enam lainnya dibunuh oleh para pemburu dan petani.
Pemandangan tersebut sangat langka karena anggota suku yang belum berhasil didekati ini tinggal di pedalaman ekstrem sehingga sulit menangkap gambarnya. Selama bertahun-tahun, ketakutan mereka terhadap dunia yang semakin berkembang membuatnya enggan melakukan kontak dengan orang luar.
Baca Juga : Demi Melindungi Diri, Wanita Apatani Melubangi Hidung dan Menato Wajah
Para anggota suku ini bahkan sering menembakkan busur dan panah mereka ke helikopter dan pesawat yang mencoba melakukan kontak.
Siapa saja suku terakhir Amazon ini?
Suku yang terputus dari dunia luar ini sama sekali tidak pernah melakukan kontak secara langsung dengan masyarakat modern saat ini. Mereka biasanya tergabung dalam anggota kelompok yang lebih kecil dan telah mengembangkan cara hidup yang sepenuhnya mandiri.
Menurut Survival International, lembaga pembela hak-hak suku terasing, beberapa dari mereka adalah kelompok pemburu-pengumpul nomaden yang terus bergerak. Mereka mampu membangun rumah dalam beberapa jam dan meninggalkannya beberapa hari kemudian.
Sisanya lebih menetap dan kemudianm tinggal di rumah-rumah komunal. Mereka menanam tumbuhan di hutan serta berburu dan memancing.
Ada berapa banyak?
Setidaknya ada 100 suku terisolasi yang tinggal di Brasil. Para ahli mengatakan, jumlahnya bisa mencapai 3000. Di negara bagian Acre, Brasil, terdapat 600 suku yang hidup dalam ketenangan.
Sementara suku seperti Kawahiya yang tanahnya terancam oleh penebang, berada di ambang kepunahan.
Selain di Brasil, suku terasing ini juga bisa ditemukan di Kolombia, Ekuador, Peru, dan Paraguay Utara.
Keyakinan apa yang mereka miliki?
Suku-suku Amazon memiliki sistem kepercayaan yang melihat hutan hujan sebagai rumah kehidupan spiritual. Bunga, tanaman, dan hewan-hewan yang ada di sana dipercaya mengandung roh.
Beberapa dari mereka juga melakukan ritual menggunakan halusinogen yang dibuat dari kulit pohon virola agar bisa melihat roh tersebut.
Menjangkau dunia luar
Meskipun tidak melakukannya secara langsung dan terbuka, namun kelompok terasing tersebut pernah memiliki sejarah kontak dengan dunia luar. Baik karena eksploitasi tidak sengaja atau melalui pesawat dan helikopter yang terbang di atasnya.
Biasanya mereka memang ingin ditinggalkan sendirian. Setelah terlihat oleh orang luar, anggota suku akan melarikan diri dan bersembunyi selama bertahun-tahun. Ini tidak mengherankan karena kehidupan suku terasing sangat terancam oleh perkembangan pertambangan, penebangan, peternakan, perdagangan kokain dan kegiatan misionaris.
Kim Hill, antropolog dari Arizona State University, pernah mewawancarai anggota suku yang sudah keluar dari wilayah isolasi. Ia mengatakan, sebenarnya mereka tertarik untuk melakukan kontak tetapi rasa takut akhirnya membuat mereka mengurungkan niatnya.
“Banyak orang salah sangka dan mengganggap bahwa anggota suku terasing sangat jahat dan sengaja memilih menjauhi dunia modern. Padahal tidak,” katanya.
Apa yang akan terjadi jika mereka berhasil dikontak?
Survival International mengatakan, kontak dari dunia luar akan menciptakan bencana bagi suku terasing. Setelah terisolasi selama bertahun-tahun, kekebalan tubuh mereka terhadap suatu penyakit juga berbeda.
Ada kemungkinan setengah anggota suku akan tewas setelah melakukan kontak dengan dunia luar akibat infeksi menular seperti cacar dan flu.
Selain penyakit, melakukan kontak dengan dunia luar artinya membuka ruang bagi kekerasan.
Sebagai contoh, sepuluh anggota suku pedalaman di Amazon pernah dianiaya hingga mati oleh para penambang yang ingin menguasai tanah mereka.
Alasan peneliti memilih tidak melakukan kontak dengan suku terasing
Hingga 1980-an, pemerintah Brasil mencoba membangun hubungan yang damai dengan suku pedalaman. Tujuannya adalah memperkenalkan anggota suku dengan masyarakat umum dan alat-alat modern sehingga harus membawa mereka keluar dari area. Sayangnya, cara tersebut berpotensi menimbulkan infeksi virus dan kekerasan.
Saat ini, kehidupan suku terasing di Brasil berada di bawah pengawasan dan perlindungan FUNAI.
Baca Juga : Iki Palek, Tradisi Potong Jari Sebagai Tanda Kehilangan dan Kesetiaan
Para petugas di FUNAI menghindari kontak dengan mereka untuk memastikan penyakit tidak tersebar sehingga para anggota suku dapat melanjutkan hidup tanpa rasa takut.
Namun, Robert Walker, antropolog dari University of Missouri, khawatir dengan cara yang diterapkan oleh FUNAI itu. Menurutnya, tanpa kontak dari FUNAI pun, suku terasing sudah mendapat ancaman dari para penambang, penebang, dan pemburu.
“Saya khawatir, jika kita hanya pasrah dengan strategi ‘membiarkan mereka sendiri’, pada akhirnya ancaman eksternal yang akan menang dan orang-orang ini bisa punah,” pungkasnya.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | News.com.au |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR