Nationalgeographic.co.id - Burung kedidi paruh-sendok merupakan salah satu hewan yang terancam kehilangan habitat aslinya. Burung wader kecil ini berkembang biak di timur laut Rusia serta dapat menjelajah ke beberapa negara di Asia Timur, Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Pada 1970-an, jumlah burung kedidi paruh-sendok tercatat 2.000 hingga 2.800 pasang. Namun, pada 2000, jumlahnya menurun dan menyisakan 120-200 pasang.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) memperkirakan, populasi individu dewasa burung kedidi saat ini hanya 240 hingga 456 individu. Ini karena habitat asli mereka hilang, perburuan, serta perubahan iklim yang membuat kehidupan burung semakin kritis.
Meski begitu, pada 30 Oktober 2018 pengamat burung berhasil melihat keberadaan burung yang hampir punah ini. Untuk pertama kalinya, seekor burung kedidi paruh-sendok terpantau berada di hamparan lumpur Sumatera Utara--kemunculan ini pertama di Indonesia.
Baca Juga : 2030, Turis Tiongkok yang Berpelesir ke Luar Negeri Meningkat Dua Kali Lipat
Koordinator komunitas pengamat burung Birding Sumatera, Chairunas Adha Putra, mengatakan, kedidi ditemukan di luar kawasan konservasi yaitu di tambak ikan dangkal. Burung yang mirip dengan kedidi-leher merah mudah dikenali karena paruhnya yang menyerupai sebuah sendok.
"Kami hanya menemukan satu individu. Ada bendera hijau lemon (leg flag) dengan angka “07” dan cincin metal (metal ring) di kakinya. Individu ini telah melakukan perjalanan lebih dari 9.100 kilometer dari Russia ke Sumatera," ujarnya, dilansir dari Mongabay.co.id, Kamis (15/11/2018).
Berdasarkan situs Saving Spoon Billed Sandpiper, burung kedidi paruh-sendok tersebut bernama "Lime 07" yang ditangkap pada 23 Juni 2013. Setelah diberi tanda pada kakinya, burung itu kemudian dilepaskan kembali.
Pemasangan tanda dilakukan oleh seorang peneliti bernama Pavel Tomkovich di bagian timur Meinypil’gyno, Chutkotka, Rusia. Tomkovich dan tim juga memangsang tanda "08" dan cincin metal dengan nomor yang berbeda pada pasangan jenis tersebut.
Selama tahun 2014, pasangan ini tidak terlihat dan kembali terpantau pada tahun 2015 di sarangnya dengan beberapa telur. Pada tahun 2016, tiga anak dari pasangan burung tersebut berhasil ditandai dengan cincin metal.
Peneliti kemudian menangkap kembali burung Lime 07 pada Juli 2018 utnuk dipasangan pemancar satelit agar diketahui jalur migrasinya.
Tanggal 19 Juli, tercatat bahwa burung Lime 07 telah bermigrasi sejauh 1.285 kilometer di Magadan, Rusia. Ia sempat berhenti selama delapan hari dan kemudian melanjutkan ke Sakhalin, Rusia dan kembali berhenti selama delapan hari.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | mongabay.co.id |
Penulis | : | Nesa Alicia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR