Bendung Lama Pamarayan: Risalah Max Havelaar dan Monumen Revolusi Sosial di Sungai Ciujung 

By Mahandis Yoanata Thamrin, Sabtu, 13 Januari 2024 | 21:00 WIB
Bendung Lama Pamarayan yang pernah dialiri gemuruh Sungai Ciujung. Arsitekturnya bergaya Art Deco. Proyek pembangunan bermula pada 1905, bangunan bendung selesai pada 1919. Namun proyek pembangunan saluran irigasi secara keseluruhan berakhir secara resmi pada 1939. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Dia merupakan asisten insinyur di Kementerian Jalan dan Pekerjaan Kereta Api Hindia Belanda, dan mantan insinyur di Kementerian Air. Felix menulis dalam tajuk "De watervang te Pamarajan en de daarmee beoogde bevloeiing uit de Tji-Oedjoeng."

Felix juga mengungkapkan bahwa persoalannya bukan hanya irigasi. Pada Desember 1893, pengelola tanah partikelir Cikande-Udik mengeluhkan drainase air.

"Tanggul yang dibangun terlalu dekat dengan sungai Tji-Oedjoeng di awal Jalan Raya Pos Serang-Batavia, mengakibatkan kedua tepian sungai berulang kali dilanda banjir," tulisnya. "Selain itu, pemeliharaan tanggul yang rusak parah akibat banjir juga terlalu membebani masyarakat." 

Felix mengatakan, "Sejarah pemberontakan di Cilegon pada Juli 1888 masih begitu segar dalam ingatan dan Komisi merasa harus mempertimbangkan situasi politik Banten dalam nasihatnya." Dia menambahkan, "Kekuasaan Belanda hanya ditoleransi dan dihormati karena force majeure, pembangunan sistem irigasi Tji-Oedjoeng akan menggugah rasa apresiasi masyarakat yang hidup dari pertanian."

Puncak menara dalam balutan desain bergaya Art Deco sentuhan arsitek Simon Snuyf. Menara ini menghubungkan lantai dasar ke jembatan inspeksi yang berada di atas bendung. Untuk keamanan publik, perlu kajian kekuatan konstruksi bangunan bendung ini. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Jadi terdapat beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dalam pembangunan bendung ini. Bencana banjir yang selalu merundung sejak beberapa dekade sebelumnya, buruknya irigasi di sekitar perkebunan swasta pada akhir abad ke-19, dan upaya peningkatan ekonomi masyarakat pascapemberontakan petani pada 1888.

Bagaimana kondisi Banten pada awal abad ke-20? Dalam surat kabar Nieuwe Rotterdamsche edisi 28 November 1926, R. Broersma—penulis dan peminat masalah sosial budaya Hindia Belanda—mengatakan bahwa "Banten yang katanya miskin itu punya kekayaannya."

Namun, dia menambahkan, "Situasi buruk di kawasan ini tidak akan terlalu buruk jika masyarakat memiliki keinginan yang lebih kuat untuk mengambil semua manfaat dari tanah yang dapat diperoleh dengan menggunakan semua sumber daya yang tersedia, dan yang terpenting adalah dengan tekun."

Kemudian dia menambahkan dengan nada remeh, "Bentuk semangat seperti itu tidak melekat pada masyarakat di daerah tropis."

Bendung Pamarayan Lama memiliki sepuluh pintu air dengan awal teknologi hidrolik modern. Bendung gerak ini berpintu air yang dapat diatur menurut ketinggian muka air sungai. Pintu air dan struktur besinya diimpor dari Risomes dan Rapher Ltd, Inggris. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Sampai awal abad ke-20, masih "sering terjadi kegagalan panen di Banten yang disebabkan oleh datangnya hujan yang terlambat (atau awal), sungai yang meluap, dan oleh banyak hama dan penyakit tanaman," demikian tulis Michael Charles Williams. 

Williams menulis dalam studinya bertajuk Communism, Religion and Revolt in Banten in the Early Twentieth Century. Studi ini merupakan tesisnya untuk meraih gelar doktor di School of Oriental and African Studies, University of London pada 1984.