Bendung Lama Pamarayan: Risalah Max Havelaar dan Monumen Revolusi Sosial di Sungai Ciujung 

By Mahandis Yoanata Thamrin, Sabtu, 13 Januari 2024 | 21:00 WIB
Bendung Lama Pamarayan yang pernah dialiri gemuruh Sungai Ciujung. Arsitekturnya bergaya Art Deco. Proyek pembangunan bermula pada 1905, bangunan bendung selesai pada 1919. Namun proyek pembangunan saluran irigasi secara keseluruhan berakhir secara resmi pada 1939. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Cor Passcier dalam Building in Indonesia 1600-1960, mengungkapkan bahwa pada 1912, Snuyf memimpin divisi baru dalam BOW, yakni Afdeeling Gebouwen—sebutan untuk departemen bangunan. Salah satu misi utama dia adalah memasukkan perkembangan arsitektur modern dalam desain-desain bangunan publik di Hindia Belanda.

Sebelumnya, BOW kerap menuai kritik seperti kurangnya pendidikan arsitektur para insinyur yang merancang bangunan sampai soal para insinyurnya yang dituding tidak memiliki latar belakang seni. Semenjak Snuyf menjabat, desain arsitektur bangunan publik BOW tampak lebih mengikuti perkembangan zaman.

Rakit bambu di Sungai Ciujung dengan latar bendung di Pamarayan. (Georg Friedrich Johannes Bley/Tropenmuseum )

Boleh jadi kajian dan rancangan desain awal bendung Pamarayan dilakukan oleh insinyur-insinyur BOW, yang tampaknya belakangan mendapat sentuhan arsitektur modern dari Snuyf.

Sejauh ini kita mendapatkan penjelasan dari Felix perihal kontribusi Snuyf dalam bagian bangunan bendung ini. "Kebutuhan akan pembangunan gudang besar ini adalah salah satu alasan utama untuk merancang bangunan ini dengan sentuhan arsitektur," tulisnya. "Solusi yang elegan untuk bagian atas bangunan adalah karya dari insinyur bangunan Snuyf."

Arsitektur bendung ini bergaya Art-Deco. Panjang bangunannya sekitar 192 meter dengan sepuluh pintu air, yang membentang di kedua tepi sungai. Setiap ujungnya memiliki bangunan bermenara, satu menara di ujung timur dan dua menara di ujung barat.

Menara-menara itu bermahkota dengan gaya Art Deco di puncaknya. Bentangan bendung itu juga memiliki rel untuk lintasan lori di kedua sisi, yang digunakan untuk pengawasan dan kelancaran operasional pintu-pintu airnya.  

Dua bangunan menara, keduanya di sisi barat, memiliki gudang di lantai dasarnya. Satu menara dirancang dengan tangga di dalamnya untuk menuju akses ke jembatan atas, sedangkan menara di sebelahnya memiliki tiga lantai untuk ruang kantor, ruang arsip, dan penampungan air.

"Namun," Felix menambahkan, "perhitungan yang terkait dengan desain ini, pada dasarnya dilakukan oleh insinyur Niels Thiele, di bawah pengawasannya sebagian besar pelaksanaan proyek juga dilakukan."

Bendung ini ditahbiskan sebagai bendung terbesar pertama yang dibangun pemerintah Hindia Belanda, demikian menurut laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. 

Pemerintah kolonial jatuh bangun untuk mewujudkan bendung ini. Pembangunan bendung dan saluran irigasinya memakan waktu lebih dari tiga dasawarsa, bermula pada 1905 sampai operasional resminya pada 1939. Keberadaannya menjadi tengara awal teknologi hidrolik modern di Hindia Belanda, sekaligus penerapan Politik Etis pada 1901 dan Undang-undang Desentralisasi pada 1903.

Mush’ab ‘Abdu Asy Syahid dan Restu Wigati menghimpun sejarah tahapan pembangunannya. Kedua peneliti itu dari Departemen Teknik Sipil, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten. Studi mereka bertajuk "Twentieth-century modern-colonial irrigation development in Banten: Technological Review of Pamarayan Old Stuwdam" yang terbit di Fondasi: Jurnal Teknik Sipil, Volume 12 Nomor 1, April 2023.