Batuan yang awalnya telah tertutup vegetasi dan lapuk, menjadi terbuka oleh proyek tersebut, sehingga geologist dapat mengobservasi batuan dengan baik. Aktivitas penambangan juga dapat membantu batuan yang tertutup vegetasi menjadi tersingkap. “Tapi, aktivitas penambangan yang berkelanjutan akan kembali menghilangkan singkapan batuan tersebut,” pungkas Eka.
Pada pertengahan November lalu, kegiatan lapangan kembali digelar dengan tajuk Exploration Academy - PHE. Mereka menjelajahi Sumatra, pulau terbesar kedua di Indonesia, memiliki kekayaan geologi yang sangat menarik untuk dipelajari. Hal ini disebabkan karena Sumatra berada pada zona subduksi, jalur Sesar Aktif Mentawai dan Sesar Aktif Sumatra.
Sesar Sumatra yang terkenal aktif ini memainkan peran kunci dalam membentuk tatanan geologi Pulau Sumatra. Terdapat barisan gunung yang kita kenal sebagai Bukit Barisan, membentang dari utara hingga selatan Sumatra. Di pulau ini juga kita jumpai danau-danau besar yang terbentuk akibat aktivitas tektonik maupun vulkanik. Cekungan-cekungan kaya energi juga bisa kita dapati di Sumatra.
Tatanan geologi yang unik inilah yang menjadikan pulau Sumatra sebagai lokasi tujuan fieldtrip. Tim yang terdiri dari 30 ahli geologi melakukan observasi ke dua wilayah di Sumatra, yakni wilayah Danau Toba, Sumatra Utara, serta di wilayah Riau, tepatnya di Kabupaten Kuantan Singingi dan Kabupaten Kampar. Kedua wilayah ini memiliki kombinasi yang sempurna sebagai laboratorium geologi alamiah dalam memahami bagaimana proses sedimentasi terjadi.
Lewat kegiatan lapangan ini, para ahli geologi itu ingin memperoleh gambaran yang signifikan mengenai proses sedimentasi di area danau untuk kemudian dikembangkan menjadi analog sedimentasi. Analog ini menggambarkan bagaimana kondisi di bawah permukaan yang nantinya akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan eksplorasi migas di Cekungan Sumatra Tengah.
Di Danau Toba, kami mengunjungi Parapat dan Pulau Samosir bagian utara. Parapat merupakan salah satu lokasi terbaik untuk mempelajari sedimentologi dari endapan danau dangkal dan endapan delta. Di sini terdapat singkapan dari endapan danau toba purba, terutama di sekitar sungai Naborsahor. Sementara di Samosir merupakan kombinasi yang tepat untuk mengamati singkapan dari endapan danau dangkal dan endapan delta fan, yang terangkat di sepanjang pantai pulau samosir akibat adanya aktivitas sesar Sumatra.
Singkapan dari endapan danau toba yang kami observasi di Parapat dan Samosir masih terbilang "muda". Pada bagian atas berusia sekitar 10-11 ribu tahun, dan pada bagian bawah berusia 74 ribu tahun. Lapisan demi lapisan yang terbentuk terlihat jelas dan lebih mudah untuk dipelajari polanya.
Baca Juga : Lukisan Erotis Ratu Leda dan Angsa Ditemukan di Reruntuhan Pompeii
Wilayah kedua yang kami datangi terletak di propinsi Riau, yakni di Kabupaten Kuantan Singingi dan Ulu Kasok di Kabupaten Kampar. Jika di Toba yang kami pelajari adalah batuan endapan yang masih terbilang muda, di Riau endapan yang kami observasi adalah batuan yang jauh lebih tua, yakni berusia sekitar 42 juta tahun.
Lalu seberapa pentingnya kah manfaat dari pengamatan singkapan sedimentasi ini terhadap produksi minyak dan gas negara kita?Andang Bachtiar, ahli geologi yang menjadi nara sumber dalam kegiatan ini berujar, “The present is the key to the past. Outcrop is an analog from the subsurface”.
“Dengan adanya singkapan seperti ini, kita bisa lihat lebih dekat, bisa kita sentuh, dan dapat kita pahami bahwa singkapan yang berada di permukaan berkorelasi dengan yang ada di bawahnya. Dan dengan analogi yang dilakukan saat ini kita dapat menerjemahkan proses geologi yang terjadi di masa lampau.”
Penulis | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR