Umumnya kecepatan gempa ada di kisaran 4 sampai 9 kilometer per detik.
Namun, gempa bumi supershear mendobrak teori itu dan bergerak dengan kecepatan super hingga dianalogikan menyebabkan efek ledakan sonik.
Ini adalah jenis gempa bumi langka dan baru diamati kurang dari 15 kali dalam seabad terakhir. Gempa bumi supershear dianggap sebagai biang keladi bencana yang melanda San Francisco pada 1906.
Science Alert pada Selasa (6/2/2019), menyebut pulau Sulawesi berada di tengah-tengah teka-teki lempeng tektonik.
Persimpangan yang paling aktif di sana adalah sesar Palu-Koro, yang terdiri dari lempeng saling bergeser secara lateral terhadap arah yang berlawanan dalam mode strike-slip.
Bila lempeng strike-slip bergerak dengan kecepatan supershear, secara teoritis gempa dimulai di zona yang sedikit lebih kasar sebelum akhirnya mengeluarkan kecepatan penuh.
Para ahli berpendapat, pola zig-zag yang kompleks di patahan Palu-Koro menyulitkan gempa dengan peningkatan kecepatan.
Salah satu data yang membuktikan bahwa gempa Palu tergolong supershear adalah adanya data gempa susulan dari citra satelit yang menunjukkan gempa bergerak sejauh 150 kilometer hanya dalam 35 detik.
Hal ini dibuktikan oleh ahli dari Universitas California, Los Angeles (UCLA). Mereka menggunakan data teleseismik dan penginderaan jarak jauh gempa untuk menghasilkan pencitraan terperinci dari proses patahan. Data itu menunjukkan kecepatan gempa palu 4,1 kilometer per detik.
Sementara itu, studi lain yang dilakukan ilmuwan Université Savoie Mont Blanc di Perancis menambahkan detail tambahan pada struktur patahan.
Mereka menggunakan citra satelit untuk memetakan patahan utama dan struktur sekunder yang terkait gempa. Dari sini mereka menemukan gambar yang memperlihatkan bagian masalah dan sebelumnya tidak dijelaskan dengan kompleks.
Baca Juga : Paus Bungkuk Jadikan Gunung Laut Sebagai Persinggahan Saat Migrasi
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR