Nationalgeographic.co.id - Dua studi membuktikan gempa Palu yang terjadi 28 September 2018 merupakan peristiwa gempa supershear langka. Setidaknya kurang dari 15 gempa yang bergerak sangat cepat dan sangat kuat pernah diidentifikasi.
Karena peristiwa itu, lebih dari 2.000 orang kehilangan nyawa. Mereka terseret ke lautan, terkubur dalam lumpur, menjadi korban likuifaksi, dan banyak yang dinyatakan hilang.
Tak heran, peristiwa ini dinobatkan sebagai gempa yang paling banyak menelan korban jiwa pada 2018. Para ilmuwan dari seluruh dunia pun terpikat ingin mengungkap misteri di baliknya.
Baca Juga : Alkisah Kerajaan Dongeng yang Menghadapi Ancaman Kehidupan Nyata
Data satelit mengungkap bahwa pergesaran kerak bumi bertanggung jawab atas gempa berkekuatan 7,4 yang muncul dengan kecepatan sangat tinggi. Kecepatan itulah yang akhirnya menjelaskan peristiwa seismik dahsyat di Palu.
Hal itu dijelaskan dalam dua studi berbeda tentang guncangan 2018 yang terbit di Nature Geoscience.
Secara garis besar, kedua studi itu menegaskan bahwa gempa Palu merupakan gambaran nyata dari gempa supershear.
Gempa supershear merupakan gempa yang kecepatannya melebihi kecepatan gelombang geser seismik dan menyebabkan ledakan sonik.
Seperti kita tahu, semua gempa bumi dimulai dari satu tempat.
Tekanan tinggi pada keping-keping raksasa terbentuk dan akhirnya melemah sampai akhirnya melakukan pergeseran di sepanjang patahan.
Energi gelombang geser kemudian menyebar melalui kerak bumi ke segala arah, sehingga kita bisa merasakan goncangan gempa.
Namun, kecepatan gempa sebenarnya ditentukan oleh gesekan geologi di sekitarnya.
Umumnya kecepatan gempa ada di kisaran 4 sampai 9 kilometer per detik.
Namun, gempa bumi supershear mendobrak teori itu dan bergerak dengan kecepatan super hingga dianalogikan menyebabkan efek ledakan sonik.
Ini adalah jenis gempa bumi langka dan baru diamati kurang dari 15 kali dalam seabad terakhir. Gempa bumi supershear dianggap sebagai biang keladi bencana yang melanda San Francisco pada 1906.
Science Alert pada Selasa (6/2/2019), menyebut pulau Sulawesi berada di tengah-tengah teka-teki lempeng tektonik.
Persimpangan yang paling aktif di sana adalah sesar Palu-Koro, yang terdiri dari lempeng saling bergeser secara lateral terhadap arah yang berlawanan dalam mode strike-slip.
Bila lempeng strike-slip bergerak dengan kecepatan supershear, secara teoritis gempa dimulai di zona yang sedikit lebih kasar sebelum akhirnya mengeluarkan kecepatan penuh.
Para ahli berpendapat, pola zig-zag yang kompleks di patahan Palu-Koro menyulitkan gempa dengan peningkatan kecepatan.
Salah satu data yang membuktikan bahwa gempa Palu tergolong supershear adalah adanya data gempa susulan dari citra satelit yang menunjukkan gempa bergerak sejauh 150 kilometer hanya dalam 35 detik.
Hal ini dibuktikan oleh ahli dari Universitas California, Los Angeles (UCLA). Mereka menggunakan data teleseismik dan penginderaan jarak jauh gempa untuk menghasilkan pencitraan terperinci dari proses patahan. Data itu menunjukkan kecepatan gempa palu 4,1 kilometer per detik.
Sementara itu, studi lain yang dilakukan ilmuwan Université Savoie Mont Blanc di Perancis menambahkan detail tambahan pada struktur patahan.
Mereka menggunakan citra satelit untuk memetakan patahan utama dan struktur sekunder yang terkait gempa. Dari sini mereka menemukan gambar yang memperlihatkan bagian masalah dan sebelumnya tidak dijelaskan dengan kompleks.
Baca Juga : Paus Bungkuk Jadikan Gunung Laut Sebagai Persinggahan Saat Migrasi
Gambar itu menunjukkan goncangan meluas ke selatan dengan total jarak 180 kilometer, didorong oleh dua ketegangan utama dan langsung turun ke 30 kilometer tepat di Palu.
Garis lurus yang relatif pendek dan sangat halus tampaknya menjadi penyebab utama gempa supershear yang bergerak dengan kecepatan tinggi.
"Bahkan dengan masalah tersebut, gempa dapat langsung berubah menjadi supershear dengan cepat," kata seismolog UCLA Lingsen Meng.
Apakah bencana ini bisa terulang di Palu?
Sejujurnya, tidak ada yang dapat memastikan. Para seismolog masih memiliki PR banyak untuk memprediksi secara akurat ukuran getaran.
Namun, gempa supershear yang terjadi di patahan Palu-Koro setidaknya akan membantu mengidentifikasi potensi bencana yang lebih akurat di masa depan.
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com, penulis: Gloria Setyvani Putri. Baca artikel sumber.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR