Nationalgeographic.co.id— “Dengan tindakan yang cepat dan tegas, dalam sekejap orang-orang Jerman yang terpencar-pencar dan para anggota NSB ditangkapi dan ditahan,” tulis J.C. Bijkerk dalam catatan hariannya. “Demikian juga kapal-kapal Jerman yang sedang berlabuh di Sabang, Emmahaven, Batavia, Makassar, dan Manado.”
NSB merupakan kependekan dari National Socialistische Beweging atau partai politik nasional sosialis, dikenal juga dengan Nazi-Belanda. Bijkerk menceritakan kisah yang terjadi pada 10 Mei 1940 di Hindia Belanda sebagai akibat invasi Jerman ke Negeri Belanda pada awal Perang Dunia Kedua. “Awak kapal Sophie Rickmers yang mengangkut bahan peledak dan berlabuh di Sabang telah meloloskan diri sebelum tentara Belanda sempat naik,”ungkapnya, “Ini merupakan pengecualian satu-satunya.”
Suasana di Hindia Belanda sangat tidak menguntungkan bagi orang-orang Jerman yang tinggal menetap atau sementara di negeri kepulauan itu—kendati pada umumnya mereka adalah pengusaha, tak terlibat dalam kepartaian.
Baca juga: Raffles Meresmikannya, Kita Membongkarnya
Bijkerk mengatakan bahwa timbul kebencian dalam masyarakat tentang apa saja yang berbau Jerman atau NSB. Bahkan, seorang Indo-Eropa yang tidak tamat sekolah rendah sangat sial, demikian ungkap Bijkerk, ditangkap lantaran menggunakan nama depan seorang Jerman. Singkat kata, kecaman dan perusakan aset orang Jerman sungguh membabi buta.
Catatan harian Bijkerk melukiskan kisah dokumenter jelang runtuhnya Hindia Belanda. Pada 1974, catatan harian itu diterbitkan dalam tajuk Vaarwel, Tot Betere Tijden oleh penerbit Uitgeverij T. Wever b.v. di Belanda. Kemudian, Penerbit Djambatan menerbitkan edisi bahasa Indonesia pada 1988.
Setelah pengumuman invasi Jerman ke Belanda, pada 10 Mei 1942 pemerintah Hindia Belanda melakukan perampasan terhadap kapal-kapal berbendera Jerman yang berlabuh di kawasan negeri kepulauan itu.
Setidaknya terdapat 19 kapal berbendera Jerman yang berada di Hindia Belanda. Nordmark, Rendsburg, Vogtland di pelabuhan Batavia. Kapal lain, Scheer di Makassar dan Friderun di Manado. Sementara kapal Franc, Bitterfeld, Rhineland, Soneck, Wuppertal tengah merapat di pelabuhan Padang. Di Surabaya kapal Cassel, Essen, Naumburg dan Tjilatap Strassfurt. Kemudian di ujung barat Hindia Belanda, Sabang, berlabuh kapal Kapur Batu, Moni Rickmers, Wasgenwald, Will Batu, dan Sophie Rickmers.
Baca juga: Menjaga Benteng Terakhir Harimau Sumatra di Bukit Barisan Selatan
Kapal uap Sophie Rickmers membuang sauhnya di Teluk Pria Laot, Pulau Weh Sumatra. Panjang badannya mencapai 134 meter dengan bobot kotor sekitar 7.000 ton, berasal dari galangan kapal Bremerhaven di Jerman. Sophie mulai berdinas sejak Oktober 1920.
Namun, sebelum militer Belanda menemukan kapal itu, para awak teknisi Sophie secara diam-diam menenggelamkan kapal mereka.
Aksi terakhir awak Sophie membuat kapal kargo tersebut menjadi satu-satunya dari 19 kapal Jerman yang tak diakuisisi Hindia Belanda. Setahun setelah peristiwa perampasan, 18 kapal Jerman berubah rupa menjadi kapal berbendera Hindia Belanda yang bertugas memburu U-Boot—kapal selam Jerman yang disegani.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR