Nationalgeographic.co.id – Di Amerika Serikat, ada lebih dari 100 ribu orang sedang menanti transplantasi organ. Ketika kesempatan langka untuk menerima donor akhirnya datang, waktu menjadi faktor utama yang sangat penting.
Ketika seseorang yang berada di dalam daftar donor meninggal, bagian tubuh tertentu seperti jantung, paru-paru, atau ginjal, akan ‘dilarikan’ ke pasien yang membutuhkan transplantasi. Asalkan organ tersebut cocok dan dapat dijangkau dengan cukup cepat agar kondisinya tetap layak.
Namun, jantung dan paru-paru sendiri hanya dapat bertahan di luar tubuh manusia selama empat hingga enam jam. Terkadang, proses transportasi organ donor melewati jalur darat atau penerbangan komersial melebihi waktu tersebut. Belum lagi jika kondisi jalan macet atau penerbangan mengalami penundaan. Pada akhirnya, pasien mungkin akan kehilangan kesempatan untuk menerima organ dengan tepat waktu.
Dilansir dari BBC, berdasarkan data dari United Network for Organ Sharing, organisasi yang mengatur transplantasi organ di AS, pada 2018 ada sekitar 114 ribu orang yang menunggu donor. Sayangnya, 1,5% organ tidak berhasil sampai ke tujuan dan 4%-nya mengalami penundaan selama dua jam atau lebih.
Baca Juga : Canggih, Organ Tubuh Manusia untuk Donor Bisa Dikirim dengan Drone
Untuk mengatasi masalah ini, para peneliti mengembangkan drone yang secara khusus bertugas untuk mengantarkan organ tubuh manusia.
Drone tersebut memiliki delapan rotor sehingga mampu memberikan kestabilan yang sangat baik. Ia juga dilengkapi dengan sistem bernama Human Organ Monitoring and Quality Assurance Apparatus for Long-Distance Travel yang mengukur dan mempertahankan suhu, tekanan barometrik, ketinggian, getaran, dan lokasi pengiriman.
Dengan begitu, peneliti dapat memantau dan memastikan organ tetap berada dalam kondisi sempurna. Informasi ini juga kemudian dibagikan ke ahli bedah yang menunggu di rumah sakit melalui aplikasi di smartphone mereka.
Seorang pasien wanita di University of Maryland Medical Center menjadi orang pertama yang menerima donor ginjal yang sebelumnya dikirim dengan drone ini.
Wanita berusia 44 tahun yang menderita gagal ginjal dan telah menghabiskan delapan tahun terakhir untuk dialisis tersebut, telah menjalani operasi pada 19 April dan pulang dari rumah sakit tiga hari kemudian.
“Ini sangat menakjubkan. Beberapa tahun lalu, pengiriman organ dengan drone adalah sesuatu yang mustahil,” katanya setelah menerima ginjal yang diterbangkan drone dari rumah sakit lain berjarak 4,8 kilometer.
Baca Juga : Orang yang Terlahir Buta Memiliki Pendengaran Lebih Sensitif, Apa Alasannya?
Tidak seperti jantung dan paru-paru, ginjal dapat bertahan hidup di luar tubuh hingga 48 jam, yang berarti mereka dapat diangkut pada jarak yang lebih jauh. Namun, menemukan ginjal yang cocok sangat sulit karena donor dan penerima harus cocok dengan golongan darah, ukuran tubuh, dan protein sistem kekebalan yang disebut antigen HLA.
Dengan semua faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan tersebut, tantangan terakhir yang ingin dihadapi pasien dan para ahli bedah adalah keterlambatan waktu. Oleh sebab itu, penggunaan drone untuk mengirim organ tubuh manusia merupakan inovasi yang sangat penting.
“Mengirim organ dari donor ke pasien merupakan tugas suci. Dengan adanya inovasi ini, kami berhasil membuat terobosan penting dalam dunia transplantasi,” ungkap Joseph Scalea, asisten profesor bedah di University of Maryland School of Medicine sekaligus anggota tim yang terlibat dalam proses transplantasi organ dari drone pada April lalu.
Source | : | BBC,IFL Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR