Tanggal 19 Mei 1998
Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat.
Usai pertemuan, Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi.
Presiden juga membentuk Komite Reformasi.
Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka.
Dalam pertemuan ini, sesungguhnya tanda-tanda bahwa Soeharto akan mengundurkan diri sudah tampak.
Namun, ada dua orang yang tidak setuju bila Soeharto menyatakan mundur, karena dianggap tidak akan menyelesaikan masalah.
Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag Mohamad Hasan melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat aksi penjarahan dan pembakaran.
Bersama mereka juga ikut Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan mundur.
Pada saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi; Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet.
Mereka intinya menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu.
Baca Juga: Dunia Dalam Berita, Pameran Seni Kontemporer Indonesia Pra dan Pascareformasi
Tanggal 20 Mei 1998
Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas.
Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir.
Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle.
Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | KOMPAS/EDDY HASBY |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR