"Daya tampung beban pencemaran ini merupakan perhitungan kapasitas dari air sungai berasimilisasi di dalam beban pencemaran yang masuk untuk memperbaiki dirinya. Semakin banyak terlewati, semakin mustahil sungai memperbaiki dirinya sendiri," tambah Budisusanti.
"Jadi penting bagi kita untuk menetapkan beban pencemaran di tiap-tiap sungai, menetapkan kelas air, baku mutu sungai, dan baku mutu air limbah berdasarkan jenis industri."
Ada 16 Daerah Aliran Sungai Priotitas yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk Citarum. Penetapan ini dilakukan dengan harapan bahwa ke 15 DAS ini kondisinya bisa semakin baik. Target penurunan beban tercemarnya mencakup hingga 30% hingga tahun 2019.
Penetapan ini setidaknya bisa melecut semangat instansi terkait bersama para warga untuk mengembalikan sungai sebagaimana mestinya, bukan lagi sebagai tempat pembuangan segala kotoran dan sampah, seperti yang terjadi dengan Citarum.
Baca Juga: Video: Sampah Plastik Membanjiri Sungai di Rumania
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil telah membawa kabar gembira untuk Sungai Citarum. Ridwan Kamil menyebutkan, World Bank berencana menggelontorkan dana pinjaman Rp 1,4 triliun kepada pemerintah Indonesia. Nantinya, dana ini ditujukan untuk menyelesaikan masalah persampahan di Sungai Citarum di Jawa Barat (Jabar).
Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, melanjutkan kabar itu. Ia rencananya akan melakukan presentasi kepada pihak World Bank untuk mendapatkan pinjaman itu Senin depan. Emil memastikan status anggaran itu bersifat pinjaman yang akan dibayar oleh pemerintah pusat.
“Status anggarannya loan G to G nanti dibayar pemerintah pusat. Sebaran anggarannya macam-macam ada di Perkim, KLHK, Bappenas. Persentasi Senin, kalau lolos dananya turun,” ujar Emil, sapaan akrabnya di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, Jabar, Rabu (12/6/2019).
Emil belum menjabarkan secara spesifik untuk program apa saja dana tersebut digunakan. Namun, ia menyebut anggaran itu akan fokus untuk mengedukasi dan membangun peradaban masyarakat dalam tata kelola sampah domestik.
“Intinya kita ingin masalah sampah Citarum itu bukan beli alat-alat canggih, tapi anggaran itu masuk mengedukasi masyarakat supaya sampahnya habis di rumah dengan teknologi receh tapi banyak. Jadi bukan selalu berujung dengan sarana prasarana canggih,” ucap Emil.
Ia menjelaskan, masalah sampah Citarum tak melulu harus diselesaikan dengan alat canggih. Teknologi, kata Emil, tak bisa jadi andalan dalam mengubah pola masyarakat dalam menyikapi masalah persampahan.
“Sehingga anggaran itu harapannya dua satu sampahnya selesai, dua edukasi dan peradaban masyarakat tentang persampahan meningkat. Cuma kalau kita larinya ke teknologi saja, masyarakat polanya sama kami gak mau begitu,” tuturnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Bayu Dwi Mardana Kusuma |
KOMENTAR