Menurut laporan pandangan mata Maurik, rumah opsir Cina itu memiliki galeri atau beranda yang membentang cukup lebar. Di depan berandanya terdapat taman nan khas dengan pepohonan seperti pohon palem, pohon asam, dan tanaman bunga-bunga nan indah.
Taman itu juga berhias tanaman kerdil, demikian menurut Maurik—mungkin yang dimaksud adalah bonsai. Sederet hiasannya adalah miniatur pagoda, kuil, jembatan dengan air terjun, patung-patung batu aneka satwa, naga, dewa, hingga monster. “Letnan Cina itu pencinta barang langka dan peninggalan Hindu kuno,” ungkapnya, “dan telah mendirikan sebuah museum kecil untuk kediamannya di udara terbuka.”
Baca juga: Siapakah Miss Daventry, Perempuan dalam Pertempuran Surabaya 1945?
Namun, ada satu dekorasi taman yang mencuri perhatian Maurik. Di tengah taman itu tampak sebuah kubah porselen berlapis emas yang didatangkan dari Tiongkok. Belakangan, dia mengetahui bahwa bangunan itu merupakan penghormatan kepada ayah dari The Toan Ing, yang dihormati oleh semua orang Cina di Surabaya, pada ulang tahunnya yang ketujuh puluh. “Hari di mana sang ayah, menurut mereka, memasuki usia tua dengan mulia.”
“Orang Cina benar-benar menghormati ayah mereka,” ungkapnya. “Selama masih hidup, sang ayah menjalankan kekuasaan yang tidak terbatas atas keluarganya.” Pada 1891, Toan Ing menggelar perayaan pesta ulang tahun yang meriah untuk ayahnya, Mayor Tituler The Boen Khe yang telah menjabat sebagai mayor Cina selama periode 1874-1888.
Maurik tampaknya begitu terkesan dengan taman sentuhan gaya Tiongkok di pekarangan Toan Ing. Pun, tampaknya ia penasaran bagaimana membentuk tanaman bonsai. “Satu-satunya hal yang saya hargai dalam pemandangan Tiongkok mini itu adalah kesabaran yang dimiliki pembuatnya saat memangkas pohon dan memotongnya,” ungkap Maurik yang kemudian diikuti kelakar, “sehingga tanaman-tanaman itu dapat hidup selama bertahun-tahun, sebagai monster tua yang sehat.”
Bagaimana kesan Maurik tentang rumah Toan Ing? “Apabila taman sang Letnan benar-benar bergaya Tiongkok, rumahnya hampir seperti gaya rumah orang Eropa.” Kesan yang ia dapatkan adalah mewah dengan hiasan hiasan tepian jendelanya yang elegan.
Ruangan dalam kediaman itu begitu besar dan luas, serta dihiasi hasil karya seniman Weijermann, pemuda dari sebuah panti asuhan di Samarangan, Surabaya. Langit-langitnya dicat warna alami, yang mewakili semua jenis buah-buahan khas Hindia. Mebelnya dari kayu eboni yang diukir indah dengan gaya Tiongkok, hingga kursi jati modern dan lemari cermin, demikian pemerian Maurik.
Sederet mebel tadi ada yang diukir dengan sangat indah oleh seniman Poei Tjing Kik. Namun, Maurik menambahkan, sang seniman itu apes lantaran menyalahgunakan keterampilannya dengan membuat ukiran untuk uang kertas palsu. “Keterampilan yang sungguh hebat,” ungkap Maurik, “yang mengubah karirnya di bidang seni menjadi pemain rantai.”
Itu belum cukup. Patung-patung perunggu nan artistik dan langka turut menghiasi ruangan utama dan kamar-kamar lainnya. Maurik pun kembali berkelakar bahwa perabotan di ruang pribadi Toan Ing seolah mengalahkan koleksi museum. Namun demikian, yang paling menarik minat Maurik adalah, “Tongkat kerajaan yang berusia lebih dari 1000 tahun dari salah satu kaisar Tiongkok, yang dilestarikan sebagai bagian keluarga besar The Toan.”
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR