Di departemen propaganda itu, Kim memimpin produksi film negara yang manipulatif. Ia sangat berharap film-film Korea Utara mendapat pengakuan internasional. Menurut Kim, Shin adalah orang yang cocok untuk memperbaiki kualitas film di negaranya.
Beberapa bulan setelah ia menculik Choi, Kim memerintahkan agennya untuk membawa Shin ke Korea Utara.
Hingga saat ini, warga Korea Selatan masih memperdebatkan apakah sutradara itu benar-benar diculik atau pergi ke Korea Utara dengan sukarela. Meski begitu, Shin diketahui mencoba melarikan diri setelah sampai di sana. Atas aksinya itu, pemerintah Korea Utara sempat menghukumnya dengan mengirim Shin ke penjara.
Selama lima tahun, Kim menawan Shin dan Choi tanpa sepengetahuan mereka. Shin menghabiskan tahun-tahun tersebut dengan bekerja di penjara. Sementara Choi terkurung dalam pengasingan–tanpa tahu bahwa mantan suaminya berada di negara yang sama.
Akhirnya, pada 1983, Kim mengundang mantan pasangan ini di pesta ulang tahunnya. Itu merupakan ‘reuni’ yang mengejutkan dan emosional. Sesaat setelah itu, Kim memaksa mereka membuat film dengan kecepatan yang berbahaya.
“Dalam dua tahun tiga bulan, kami membuat 17 film,” kata Choi dalam The Lovers and the Despot.
“Kami hanya tidur dua hingga tiga jam setiap malam. Kami bekerja keras di siang dan malam hari,” tambahnya.
Kim tidak memaksa Choi dan Shin membuat film yang secara eksplisit mempromosikan Korea Utara beserta presidennya. Sebaliknya, ia justru menyuruh Choi dan Shin membuat film yang cukup baik untuk ditampilkan di festival film di seluruh dunia.
Kim pun berhasil mendapat apa yang diinginkan. Beberapa film mereka berhasil masuk festival di negara Blok Timur.
“Saya menonton sebagian besar film tersebut. Bisa dikatakan bahwa karyanya sangat menghibur,” kata Suk-young Kim, profesor teater, film, dan televisi, di University of California.
“Film tersebut sangat mudah ditonton–berlawanan dengan sinema propaganda buatan Korea Utara. Ada banyak implikasi romansa, bahkan seks, yang tidak akan bisa ditemukan pada film Korea Utara. Selain itu, karakter utamanya juga lebih manusiawi; kita jadi bisa merasakan dilema tokoh dengan lebih baik,” imbuhnya.
Source | : | Becky Little/History.com |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR