Nationalgeographic.co.id - Banyak peneliti dari seluruh belahan dunia menggunakan ilmu astronomi, geologi, kimia, biologi, arkeologi, dan bidang sains lainnya menelusuri gambaran yang lebih baik mengenai apa yang terjadi saat planet Bumi terbentuk serta kemunculan dan kepunahan kehidupan di dalamnya.
Bumi kita terbentuk dari ledakan dahsyat sekitar 13,8 miliar tahun lalu yang dikenal dengan Teori Big Bang. Ledakan tersebut menghasilkan debu dan awan hidrogen yang makin lama semakin padat. Gumpalan terbesar menjadi bintang dan yang lebih kecil menjadi planet yang ada sekarang ini, salah satunya adalah Bumi.
Beberapa peneliti mempercayai selang 600-700 juta tahun kemudian atau sekitar 3,9-3,8 miliar tahun lalu, hujan meteor membombardir Bumi dengan membawa serta air dan asam amino dalam jumlah yang banyak.
Adanya air dan asam amino memungkinkan muncul cikal bakal kehidupan, bakteri bersel tunggal. Sejak saat itu makhluk hidup pun tumbuh semakin kompleks.
Baca Juga: Apakah Jakarta Berpotensi Mengalami Likuefaksi? Ini Penjelasan LIPI
Pakar geologi membagi periode sejak terbentuknya Bumi hingga sekarang menjadi beberapa masa, berdasarkan perubahan yang terjadi di masing-masing era.
Saat ini, kita berada di masa Holosen, atau masa baru, yang dimulai kira-kira 11.700 tahun lalu ketika Zaman Es berakhir.
Belakangan, beberapa peneliti berpendapat sejak dimulainya uji coba bom nuklir pada 1950 dan ledakan populasi manusia memasuki masa baru, yang dinamai Antroposen (masa manusia). Pertumbuhan manusia naik signifikan. Mereka berpendapat dengan lebih dari 7 miliar jiwa, aktivitas manusia mempengaruhi secara drastis perubahan alam dan kepunahan beberapa spesies binatang liar.
Kepunahan makhluk hidup bukan hal yang baru di Bumi. Kejadian ini memang terjadi secara alami, sejak pertama kali kemunculan makhluk hidup hingga sekarang.
Dari sekian banyaknya periode kepunahan yang terjadi, peninggalan fosil menunjukkan setidaknya ada lima periode yang ditandai penurunan populasi makhluk hidup secara drastis hingga layak dikategorikan sebagai peristiwa kepunahan massal.
Memasuki awal hingga pertengahan Zaman Ordovisum, kondisi Bumi saat itu masih hangat dengan kelembapan atmosfer yang ideal buat kehidupan. Memasuki Zaman Akhir Ordovisium (sekitar 443 juta tahun yang lalu), semuanya berubah secara ekstrem, ketika benua tua Gonwana mencapai kutub selatan. Suhu turun secara drastis dan es pun terbentuk di mana-mana, menurunkan permukaan air laut.
Penyebab kepunahan yang terjadi di zaman es ini karena berkurangnya kandungan karbon dioksida di atmosfer dan lautan. Keadaan ini menyebabkan jumlah tumbuh-tumbuhan menurun drastis karena kegagalan fotosintesis.
Sebagai konsekuensinya terjadi kekacauan ekosistem, karena tumbuhan sebagai produsen makan lenyap seketika. Sekitar 86% populasi makhluk hidup lenyap dalam kurun waktu 3 hingga 2 juta tahun.
Beberapa organisme yang tinggal di laut dan terkena dampak kepunahan pertama ini adalah Brachiopods, Conodonts, Acritarchs, Bryozons, dan juga Trilobites.
Masa ini terjadi sekitar 359 juta tahun yang lalu, yang dikenal Zaman Devon. Hujan meteor yang bertubi-tubi diyakini salah satu penyebab kepunahan massal pada zaman ini selain beberapa penyebab lainnya seperti global anoxia (menurunnya jumlah oksigen secara drastis), meningkatnya aktivitas tektonik lempeng, perubahan muka laut, dan juga perubahan iklim. Akibat perubahan tersebut diperkirakan sekitar 75% makhluk hidup menyerah dan punah.
Kepunahan pada periode ini diyakini lebih memberikan efek bagi kehidupan di laut yang saat itu didominasi oleh terumbu karang dan stromatoporoids, sejenis binatang laut tak bertulang belakang.
Ini adalah periode kepunahan terbesar dan terparah yang pernah terjadi di Bumi yang terjadi sekitar 251 juta tahun lalu, disebut Zaman Perm.
Munculnya benua super besar Pangea, yang merupakan daratan luas menyebabkan perubahan geologi, iklim, dan juga lingkungan yang parah.
Letusan gunung api yang berlangsung terus menerus selama 1 juta tahun mengeluarkan lava seluas kira-kira 300 juta kilometer persegi dan menghasilkan endapan setebal lebih dari 1.750 meter. Endapan ini terabadikan di Siberian Traps, sekarang Rusia.
Periode letusan gunung api ini membakar hutan seluas empat kali daratan Korea yang ada saat ini, menghasilkan CO2 dalam jumlah yang signifikan sehingga terjadi pemanasan global.
Dampaknya gas metana yang membeku dalam air laut pun mencair, memberikan dampak pemanasan global 20 kali lebih kuat dari gas CO2. Siklus ini berlangsung selama kurang lebih 10 juta tahun, sehingga kepunahan massal yang mengerikan tidak bisa dihindari. Hanya 5% populasi makhluk hidup yang bertahan. Sisanya, 95% musnah akibat kekeringan yang hebat, kekurangan oksigen, dan hujan asam yang menyebabkan tumbuhan tidak mampu bertahan.
Periode ini terjadi sekitar 210 juta tahun lalu, yang dikenal Zaman Akhir Trias. Aktivitas gunung api di Central Atlantic Magmatic Province, mengakibatkan peningkatan gas CO2 secara signifikan.
Pembentukan gunung api di Central Atlantic Magmatic Province terbentuk akibat pecahnya Pangea secara perlahan dan pemanasan global pun kembali terjadi pada periode yang cukup panjang, berlangsung sekitar 600.000 hingga 8 juta tahun ini.
Pemanasan global mengakibatkan terumbu karang dan conodont, binatang purba laut yang bentuknya mirip belut yang ada di lautan mengalami krisis serius. Makhluk hidup yang bergantung pada keberadaan terumbu karang pun mulai terganggu dan pada akhirnya punah.
Hujan meteor turut mempercepat kepunahan pada periode ini, sehingga sekitar 80% makhluk hidup punah, terutama reptil dan 20% di antaranya adalah hidup di laut.
Beberapa makhluk hidup di darat yang punah pada periode ini di antaranya pseudosuchians, crocodylamorphs, therapids, dan juga beberapa amfibi besar.
Kepunahan Zaman Kapur Akhir atau lebih populer dengan sebutan Cretaceous-Tertiary Exctinction adalah salah satu periode kepunahan tercepat. Kepunahan ini terjadi hanya dalam rentang waktu 2,5 juta hingga kurang dari 1 juta tahun.
Periode ini terjadi sekitar 65 juta tahun lalu.
Ini mungkin periode kepunahan yang paling populer karena berbarengan dengan punahnya dinosaurus.
Tumbukan meteor besar di Teluk Meksiko (sekarang) dikombinasikan dengan aktivitas gunung api yang memproduksi gas CO2 dalam jumlah yang signifikan diyakini bertanggung jawab atas punahnya sekitar 50% populasi makhluk hidup pada saat itu.
Rekaman fosil periode ini dicirikan oleh endapan tipis sedimen marin atau darat tinggi kandungan iridium yang umumnya dijumpai pada asteroid.
Baca Juga: Apa Perbedaan Salju dan Hujan Es? Ini Penjelasannya
Para ilmuwan meyakini sejak 2010 hingga sekarang kita sedang memasuki kepunahan massal keenam. Pelepasan CO2 secara masif akibat penggunaan bahan bakar fosil diperkirakan akan mengubah kehidupan flora dan fauna tiga hingga empat dekade ke depan. Siapa tahu?
Penulis: Mirzam Abdurrachman, Lecturer at Department of Geology, Faculty of Earth Sciences and Technology, Institut Teknologi Bandung; Aswan, Lecturer in Geology, Institut Teknologi Bandung, dan Yahdi Zaim, Professor in Geology, Institut Teknologi Bandung
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR