Nationalgeographic.co.id - Sesampainya di Pelabuhan Tahuna, Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, hiruk pikuk para penumpang, buruh angkut, serta aktivitas nelayan di sana langsung terlihat.
Menjadi kabupaten terluar di Provinsi Sulawesi Utara dan berbatasan langsung dengan Filipina, Kepulauan Sangihe memiliki 105 pulau, 26 pulau berpenghuni dan 79 pulau tak berpenghuni. Lokasinya yang berada di bibir Samudera Pasifik membuatnya dikenal sebagai kabupaten bahari.
Selain bentang alam yang menakjubkan, potensi bawah laut Sangihe pun tak dapat dipungkiri. Ia memiliki potensi ikan yang menjanjikan dan merupakan kabupaten penyuplai terbesar di provinsi Sulawesi Utara.
Baca Juga: Internet untuk Warga Papua
Dengan berkembangnya teknologi, kini masyarakat Tahuna bisa menikmati jaringan internet melalui gawai yang mereka punya. Mereka pun lebih mudah terhubung dengan daerah-daerah lain di Indonesia.
Melalui pembangunan infrastruktur telekomunikasi jaringan tulang punggung pita lebar—Palapa Ring Timur, Palapa Ring Barat dan Palapa Ring Tengah--setidaknya, terdapat 75 menara BTS terpasang di Sangihe.
Proyek Palapa Ring sendiri menghubungkan jaringan sepanjang 12.128 kilometer dari barat hingga timur Indonesia, yang akan mengitari Indonesia di darat dan di laut. Dengan adanya proyek Palapa Ring ini akan memeratakan internet seluruh Indonesia dengan perbedaan harga yang semakin kecil antara Pulau Jawa dan Pulau-pulau di luar Jawa.
Di Sangihe, proyek Palapa Ring semakin memudahkan kehidupan masyarakat Sangihe, termasuk para nelayan. Pasalnya, kini hasil laut mereka dapat segera terjual, tanpa menunggu waktu lama dan tidak perlu khawatir ikan-ikannya akan membusuk.
William Landeng, Pengusaha Ekspor Tuna Kabupaten Kepulauan Sangihe, mengatakan bahwa sekarang para nelayan sudah membawa handphone jika melaut.
“Jadi misalnya dia sudah dapat ikan dari laut, dia bisa menghubungi saya. Dia memberi tahu saya mana dia sudah ada ikan supaya kita yang ada di tempat timbang bisa sediakan es waktu dia datang, kemudian jam dia sampai di pantai itu kita sudah tau,” paparnya.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR