Fenom terdiri dari semua sifat DNA yang mungkin dapat diamati, yang dikenal sebagai fenotipe. Enam dari penanda genetik yang terkait dengan makanan juga terkait dengan setidaknya satu fenotip penyakit, termasuk beberapa jenis kanker serta diabetes tipe 2.
Karena penelitian ini hanya mempelajari orang-orang asli Jepang, variasi genetik yang sama dengan preferensi makanan kemungkinan tidak berlaku untuk populasi di seluruh dunia. Namun, tautan serupa telah ditemukan di berbagai kelompok.
Sebuah studi tahun 2014 yang dipresentasikan pada pertemuan European Journal of Human Genetics di Milan mengidentifikasi varian genetik yang mempengaruhi preferensi untuk mentega atau minyak pada roti. Sebuah studi Eropa terpisah dari tahun yang sama menemukan varian genetik yang terkait dengan persepsi rasa asin dari makanan.
Pada penelitian tahun 2014 itu ditemukan suatu bentuk gen reseptor pahit yang berkontribusi pada perbedaan dalam kenikmatan kopi: Orang-orang yang merasa pahit lebih kuat lebih menyukai kopi; mereka yang memiliki persepsi kegetiran lebih tidak menyukai kopi.
Lingkungan, demografi, status sosial ekonomi dan budaya, yang merepresentasikan seperti apakah kita mengonsumsi makanan dari tempat kerja atau rumah; usia kita; berapa banyak uang yang kita hasilkan; dan apa yang dimakan keluarga kita - adalah beberapa faktor terbesar dari pilihan makanan kita.
"Faktor-faktor ini akan lebih berat daripada genetika dalam beberapa kasus," kata Dr José Ordovás, direktur Nutrisi dan Genomik di Tufts University di Massachusetts, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Baca Juga: Studi: Musim Panas Belum Tentu Menghambat Penyebaran COVID-19
Mengingat semua temuan bahwa perbedaan genetik memengaruhi tidak hanya respons terhadap makanan tetapi juga preferensi, para ahli berpikir mempertimbangkan mereka dapat membantu ahli gizi mempersonalisasikan diet untuk kebutuhan dan selera setiap orang sambil tetap memenuhi persyaratan nutrisi.
"Sesuatu yang kadang-kadang kita rasakan adalah bahwa bidang nutrisi telah terlalu fokus pada nutrisi daripada pada makanan," kata Ordovás.
"Studi sebelumnya telah meneliti gen yang berhubungan dengan asupan protein yang lebih tinggi atau asupan lemak yang lebih tinggi atau asupan karbohidrat yang lebih tinggi," kata Ordovás.
"Tetapi studi ini lebih selaras dengan fakta makanan yang dikonsumsi masing-masing individu. Mereka tidak hanya makan protein, karbohidrat, dan lemak. Orang cenderung makan dalam pola tertentu."
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan keseimbangan yang tepat antara kecenderungan genetik dan kemauan seseorang pada pilihan makanan dalam kelompok orang yang berbeda.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | CNN |
Penulis | : | Daniel Kurniawan |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR