"Warna sogan yang masih kita gunakan hingga sekarang itu bisa runut sampai ke Sultan Agung," ucap G.K.R. Bendara, putri bungsu Sri Sultan Hamengkubuwana X.
Ada beberapa motif yang menjadi motif larangan. Seperti motif huk, motif kawung, dan motif semen. Motif larangan ini pertama kali motif parang, dituliskan oleh tiap Hamengkubuwono tentang tata cara berpakaian. Batik larangan banyak penyalahgunaan. Berbagai desainer dan arsitektur banyak membuat motif yang salah.
"Batik itu tidak hanya di lihat sebagai tekstil tetapi juga bidang seni. Kepada para desainer dan arsitek, bila mau menggunakan batik jenis parang harus hati-hati. Karena kebanyakan motif parangnya miring bukan menurun," kata G.K.R. Bendara.
Baca Juga: Dari Stasiun Solo Balapan Sampai Istana, Menapaki Wangsa Mangkunegaran
G.K.B.R.A.A Paku Alam mengungkapkan bahwa batik Pakualaman juga memiliki dinamika perkembanganya. Paku Alam I mengenakan corak batik Yogyakarta, Paku Alam VII-VIII mengenakan corak batik Surakarta, sementara Paku Alam IX-X mengenakan corak batik Yogyakarta dan belakangan mengembangkan motif batik naskah.
"Batik," menurutnya, "memiliki makna filosofi yang luar biasa, memasyarakatkan pesan moral para leluhur dan memiliki unsur yang esensial."
Selama ini kita melihat istana kerajaan-kerajaan di Jawa sebagai sebuah simbol atau tengara kota. Padahal istana-istana itu memiliki peranan penting sebagai penjaga jantung budaya kota, salah satunya tradisi batik. Kita harus mengapresiasi upaya-upaya pelestarian batik di balik tembok istana. Diskusi ini membuka wawasan baru tentang peranan istana dalam mengembangkan dan melestarikan batik-batik tradisi mereka.
Batik di Jawa Tengah bagian selatan, telah diwarnai oleh situasi sosial-politik-dan budaya sepanjang riwayat empat kerajaan itu. Dan setiap kerajaan memiliki filosofi dan simbol-simbolnya sendiri. Kelak, setelah batik dibolehkan berkembang di luar istana, batik memiliki kebaruan khasanah budaya meski tidak meninggalkan ciri atau karakter asal-usulnya.
Batik membawa DNA di tanah raja-raja Jawa. Kendati terbagi dalam beberapa kerajanan dengan pasang surut hubungan politiknya, batik mempersatukan mereka. Lebih dari itu, batik telah meneguhkan bahwa kita begitu terkait dengan asal-susul negeri rempah.
Batik adalah doa dan harapan yang diembuskan pembatik sehingga kain-kain itu memiliki jiwa. Dan manusia membutuhkan doa untuk mengisi jiwa dan menapaki setiap langkah hidupnya.
Source | : | Bincang Redaksi National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR