Maraknya rombongan haji selama dekade 1920, secara politis disebabkan Perang Dunia I yang melibatkan Turki Utsmani pada 1918. Keberangkatan haji jadi tertunda hingga ke dekade itu.
Namun karena jumlah jamaah haji yang sangat ramai, justru berbuah kerugian seperti perompak dan kapal yang sering karam karena melewat samudera luas. Kerugian itu banyak terjadi saat kapal belum bertenaga bahan bakar.
Ketika pulang ke tanah air, rintangan masih ada urusan administrasi yang harus dilakukan para haji. Vredengbregt menulis, mereka harus menghadapi ujian haji untuk mengetahui seberapa dalam ilmu agama yang dipelajari setelah berhaji.
Baca Juga: Sejarah Onrust, Pulau yang Tak Pernah Beristirahat di Zaman VOC
Setelah itu mereka pun disematkan gelar haji oleh pemerintah dengan tujuan mempermudah kontrol dan pengawasannya di tiap daerah. Apablia ada konflik agama, pemerintah dapat dengan mudah melucuti gelarnya.
Sejak 1911 hingga 1933, para haji juga dikontrol lewat karantina di Pulau Onrust dengan dalih pencegahan penyebaran penyakit dari luar negeri, terutama pagebluk pes yang mewabah. Belakangan, semua sadar bahwa pagebluk pes di Jawa bukan berasal dari para jemaah haji, melainkan tikus-tikus yang terinfeksi pes telah terbawa dalam impor beras dari Myanmar.
Baca Juga: Kenapa Ramadan adalah Bulan yang Paling Suci bagi Umat Islam?
Sanggup Serap Ratusan Juta Ton CO2, Terobosan Ini Diklaim Cocok Diterapkan di Indonesia
Source | : | Berbagai Sumber,ResearchGate |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR