Nationalgeographic.co.id—Selama berabad-abad, manusia telah bergelut dengan wabah mematikan. Salah satu yang menjadi momok terbesar manusia adalah penyakit cacar (smallpox) yang disebabkan oleh virus varicella-zozter. Penyakit ini sangat menular, begitu ganasnya hingga menewaskan lebih dari 300 juta orang pada abad ke-20. Cacar diketahui bisa dikendalikan setelah dokter asal Inggris, Edward Jenner, menciptakan vaksin pertama di dunia.
Sejarah singkat asal-usul cacar.
Tidak ada bukti yang jelas tentang asal-usul penyakit cacar. Namun, cacar diyakini berasal dari Mesir sekitar abad ke-3 SM (Sebelum Masehi). Hal itu berdasarkan ruam mirip cacar yang ditemukan pada tiga mumi. Menukil dari laman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), deskripsi tertulis paling awal tentang penyakit yang menyerupai cacar muncul di Tiongkok pada abad ke-4 M (Masehi). Deskripsi tertulis awal juga muncul di India pada abad ke-7 dan di Asia Kecil pada abad ke-10.
Seiring dengan meningkatnya perdagangan global dan mobilisasi manusia, cacar merebak ke berbagai belahan dunia. Ratusan ribu orang tewas akibat penyakit ganas ini. Pada awal abad ke-18, cacar diperkirakan telah membunuh sekitar 400.000 orang per tahun di Eropa. Tak hanya jumlah korban yang membuat bergidik, mereka yang selamat pun masih meninggalkan kisah mengerikan. Beberapa mengalami kebutaan dan semuanya mengalami bopeng atau bekas luka yang parah.
Meski demikian, ada sebuah pedesaan di Inggris yang sebagian warganya kebal terhadap cacar. Pedesaan itu bernama Sodburry, dekat Kota Bristol. Para pemerah susu perah di sana dikabarkan kebal terhadap cacar karena sebelumnya telah menderita cacar sapi. Fenomena itu kemudian mengundang rasa penasaran seorang dokter bernama Edward Jenner.
Edward Jenner dan Terciptanya Vaksin Pertama di Dunia
Edward Jenner lahir pada 17 Mei 1749 di Berkeley. Sejak awal sekolah, Jenner memiliki minat pada ilmu pengetahuan. Sepanjang perjalanan studinya, ia menyibukkan diri dalam banyak hal, mulai dari mempelajari praktik bedah hingga geologi. Jenner bahkan pernah mendalami ilmu kedokteran dengan John Hunter, salah satu ahli bedah paling terkenal di Inggris. Ia juga terpilih sebagai anggota Royal Society setelah meneliti kebiasaan bersarang burung kukuk.
Baca Juga: Fakta yang Harus Anda Ketahui Tentang Vaksinasi Pagebluk Covid-19
Sementara, ketertarikan Jenner dengan cacar sapi dimulai pada 1796. Ketika itu, Jenner melakukan praktik inokulasi untuk membuktikan bahwa siapa pun yang terjangkit cacar sapi akan memiliki kekebalan terhadap cacar. Dalam praktik inokulasi, pustula yang telah matang dari penderita cacar digoreskan ke lengan atau kaki orang yang belum terinfeksi. Tujuannya, menciptakan kekebalan terhadap cacar pada orang lain. Dahulu, praktik ini merupakan cara paling ampuh memerangi cacar.
Inokulasi, yang kemudian dikenal dengan variolasi, pertama kali dipraktikkan di Afrika dan Asia sebelum akhirnya dibawa ke Eropa pada abad ke-18. Meski biasanya hanya memberikan efek sakit ringan, praktik ini tetap memiliki risiko. Dalam jurnal “Edward Jenner and the History of Smallpox and Vaccination (2005)”, Stefan Riedel menjelaskan bahwa dalam inokulasi, penerima mungkin dapat menularkan kembali penyakit cacar kepada orang lain. Bahkan bisa juga menjadi sarana penularan penyakit lain.
Pada 14 Mei I796, Jenner bertemu dengan seorang gadis pemerah susu, Sarah Nelms, yang menderita cacar sapi. Menggunakan sebagian lepuh cacar sapi Nelms, ia menginokulasi seorang anak laki-laki berusia 8 tahun bernama James Phipps. Setelah praktik tersebut, Phipps mengalami sakit ringan seperti demam ringan dan rasa tidak nyaman di ketiak. Memasuki hari kesembilan, tubuhnya merasa kedinginan dan kehilangan nafsu makan. Namun besoknya, Phipps merasa jauh lebih baik.
Beberapa minggu kemudian, Jenner kembali menemui Phipps dan memaparkannya lesi cacar. Tubuh Phipps ternyata tetap sehat dan tidak menunjukkan adanya penyakit apa pun. Jenner kemudian mengirimkan hasil laporannya ke Royal Society pada 1797. Meski eksperimennya menunjukkan bukti kekebalan terhadap cacar, makalah tersebut ditolak.
Jenner lantas tidak berhenti begitu saja. Ia kembali melakukan beberapa eksperimen tambahan dan menerbitkan sebuah buklet pada 1798 yang terdiri dari tiga bagian. Dari hasil laporan inilah mulai dikenal istilah vaksinasi. Istilah ini diambil dari Bahasa Latin untuk cacar sapi, vaccinia.
Jenner lalu berupaya meyakinkan para ahli tentang metode vaksinasi untuk memerangi cacar. Meski telah didukung laporan dari bukletnya, hal itu tidaklah mudah. Bahkan saat mencari sukarelawan pertamanya di London selama tiga bulan, ia tidak mendapatkan seorangpun. Upaya vaksinasi justru populer melalui aktivitas orang lain, terutama ahli bedah Henry Cline, yang diberi inokulan oleh Jenner. Satu tahun setelah buklet itu terbit, tepatnya pada 1799, ia baru mendapat dukungan dari Drs. George Pearson dan William Woodville untuk menerapkan vaksinasi pada pasien mereka.
Seiring berjalannya waktu, setelah melewati kesalahan, banyak kontroversi, dan kecurangan, vaksinasi akhirnya berhasil digunakan secara luas untuk memerangi cacar. Pada masa itu, vaksinasi menyebar dengan cepat di Inggris, dan pada 1800, vaksinasi juga telah mencapai sebagian besar negara Eropa. Berkat kegigihan Jenner, jutaan nyawa berhasil diselamatkan dari cengkraman wabah mematikan. Kabar luar biasa yang memberi kelegaan pada umat manusia ini lalu dengan cepat menyebar ke berbagai negara. Ia bahkan mendapat dukungan dari para tokoh-tokoh penting.
Menukil dari HistoryExtra, pengagum Jenner termasuk termasuk Napoleon Bonaparte (yang menyatakan "Aku tidak bisa menolak orang ini" - meskipun saat itu Prancis sedang berperang dengan Inggris) dan tsar dan permaisuri Rusia (yang mengiriminya cincin berlian "dari Marie"). Melintasi samudra nan luas, keberhasilan vaksinasi Jenner juga sampai ke telinga presiden Amerika, Thomas Jefferson. Pada 1806, Jefferson meramalkan bahwa Jenner akan dikenang sebagai orang yang membebaskan dunia dari cacar.
Diselimuti ketenaran, Jenner tidak lantas memperkaya diri. Hasil temuannya bahkan ia dedikasikan untuk kemanusiaan. “Jenner tidak mencari uang dari vaksinnya, dia tidak tertarik untuk mematenkannya,” kata Owen Gower, manajer Museum Rumah Dr Jenner, seperti dinukil dari BBC. Meski demikian, tidak semua orang setuju dengan metode vaksinasi yang ia ciptakan. Ironisnya, mereka tidak memberikan solusi yang lebih baik, tetapi justru menyerang dan mengejek temuan Jenner. Bahkan beredar rumor jika vaksin buatannya akan merubah seseorang menjadi sapi!
Ketakutan yang beredar luas itu mendorong satiris Inggris, James Gillray, membuat karikatur tentang vaksinasi pada 1802. Dalam gambar tersebut, tampak orang-orang sedang memenuhi rumah sakit untuk melakukan vaksinasi. Edward Jenner yang berada di tengah kerumunan digambarkan sedang memegang sebilah logam untuk menggores kulit seorang wanita yang tampak ketakutan. Sementara yang lain ditampilkan dengan kondisi yang mengerikan, seperti wanita hamil yang memuntahkan sapi dan wajah yang ditumbuhi tumor mirip sapi.
Baca Juga: Langkah Panjang Vaksinasi Demi Hadapi Pagebluk di Hindia Belanda
Walau kerap dihina, Jenner tetap melanjutkan program vaksinasi demi kemanusiaan. Setelah menikah pada 1788, Jenner membangun “Temple of Vaccinia” di taman rumahnya di Chantry House. Di gubuk satu kamar itu, ia memvaksinasi orang miskin secara gratis. Meski kembali ke kampung halamannya di Berkeley, hidupnya tak lagi sama.
“Setelah satu dekade dihormati dan dicaci maki dalam ukuran yang kurang lebih sama, ia secara bertahap menarik diri dari kehidupan publik dan kembali ke praktik pengobatan pedesaan di Berkeley,” terang Riedle.
Baca Juga: Penyakit-Penyakit yang Mungkin Terlupakan Karena Efektifitas Vaksin
Edward Jenner meninggal pada 26 Januari 1823 akibat stroke parah. Ia dimakamkan di Gereja St Mary, Berkeley, bersama orangtuanya, istrinya, dan putranya. Hidupnya memang berakhir, tetapi idenya soal vaksinasi masih terus berlanjut dan menyelamatkan jutaan nyawa. Pada 1980, Dunia berhasil bersih dari cacar berkat kampanye vaksinasi global yang dilakukan WHO.
Setelah ribuan tahun hadir sebagai momok terbesar manusia, cacar menjadi satu-satunya penyakit yang berhasil dibasmi dengan vaksin. Kini, penelitian Jenner tentang vaksin menjadi landasan bagi para ilmuwan dalam mengembangkan vaksin baru untuk penyakit lain. Berkat penemuannya, umat manusia tidak lagi memerangi wabah dalam kegelapan.
Source | : | ncbi.nlm.nih.gov,cdc.gov,BBC,History Extra |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR