Analisis geokimia dari sampel air menunjukkan usia air itu adalah 1,6 miliar tahun. Sejauh ini, seperti dilansir The Science Times, air ini merupkan yang tertua yang pernah ditemukan di Bumi.
Oliver Warr, seorang peneliti pascadoktoral dan pemimpin tim eksplorasi tersebut, mengatakan kepada CBC bahwa penemuan ini dapat memiliki konsekuensi yang signifikan tentang bagaimana kehidupan mungkin ada dan bertahan di kedalaman seperti itu.
Sebuah artikel di Maclean's melaporkan bahwa bau apak dari air tertua itu adalah petunjuk utamanya. "Ini benar-benar mengikuti hidung Anda sampai ke batu, untuk menemukan retakan atau retakan di mana air mengalir," kata Lollar.
Dia mencatat bahwa air itu sangat asin, yang sepuluh kali lebih asin dari air laut. Meski bau air itu apak, upaya untuk menemukannya membutuhkan lebih dari seekor anjing schnozz.
Pengujian untuk mengetahui umur sampel air itu meliputi pengukuran gas mulia radiogenik helium dan xenon. Lollar menjelaskan bahwa air itu mengandung unsur-unsur ini karena berada di sedimen yang mengandung unsur-unsur itu untuk waktu yang lama.
Baca Juga: Pabrik Bir Tertua di Dunia Ditemukan di Mesir, Pasok Kebutuhan Ritual
Tim peneliti Lollar juga melihat adanya sedimen yang terbentuk di bagian bawah sampel air yang dipindahkan pada tahun 2020 ke Ingenium, sebuah museum sains dan inovasi di Kanada. Sedimen ini mereka identifikasi sebagai endapan dari air setelah terpapar oksigen dari udara.
Yang membuat mereka tersebut adalah apa yang mereka temukan setelah menganalisis air tertua itu.
Para peneliti mengumpulkan sampel air tambahan dari lubang tempat mereka mengebor di dalam tambang untuk mendapatkan air itu, menurut The Scientist. Setelah mempelajarinya di bawah mikroskop, mereka menemukan kehidupan mikroba di sedimen yang menyimpan air tersebut.
Mereka kemudian membandingkan air dari tambang itu dengan air dari danau terdekat. Mereka menemukan kepadatan mikroba dalam air rekahan tambang itu lebih rendah. Hanya ada sekitar 1.000 hingga 10.000 sel mikroba per mililiter air dalam air itu, jauh lebih kecil dibanding 100.000 sel per mililiter air dari danau.
Baca Juga: Seniman-Seniman Lukis Pertama di Dunia Berasal dari Indonesia?
Para ilmuwan kemudian menginkubasi sel-sel itu dengan berbagai sumber makanan untuk mengetahui apakah makanan tersebut termetabolisme atau tidak oleh sel-sel tersebut. Mereka menemukan bahwa, seperti yang telah mereka prediksi, mikroba-mikroba itu hampir seluruhnya merupakan organisme pengurang sulfat. Namun, percobaan ini tidak menentukan taksa mikroba.
Lollard berharap penemuan mereka dapat memberikan bukti langsung terkait keberadaan mikroba-mikroba di Kidd Creek dan memandu para peneliti dalam mengerjakan studi di masa depan terkait kehidupan di daerah bawah permukaan yang dalam. Dia mencatat bahwa ada kemungkinan kehidupan dapat ditemukan hampir di mana saja di seluruh dunia saat orang-orang berusaha meneliti di lingkungan-lingkungan seperti ini.
Source | : | CBC News,Science Times,Nature Communications |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR