"Bagi rakyat Aceh, almarhumah ini merupakan perempuan pemberani pada zaman Belanda sampai diasingkan ke Blora,” sambungnya. “Kita siap memfasilitasi, menjadi penghubung antara Pemkab Blora dengan pemerintah Aceh nantinya."
Menanggapi Puji, Arief Rohman menyambut rencana ini dengan positif karena diharapkan bisa menjadi situs sejarah dan religi. "Kita dari Blora pengennya juga bisa mengembangkan makam almarhumah, seperti halnya di Sumedang dengan makam Cut Nyak Dien," ujar Arief.
"Namun karena keterbatasan anggaran Pemkab, kita ingin menjalin kerjasama dengan Pemerintah Aceh. Semoga kedepan bisa dikembangkan bersama menjadi tujuan wisata sejarah dan religi."
Pertemuan itu kemudian dilanjutkan dengan ziarah bersama ke makam Pocut Meruah Intan di Desa Temurejo yang berjarak empat kilometer dari alun-alun kota.
Baca Juga: Kisah Perempuan: Menelisik Ketangguhan Perempuan Aceh di Masa Lalu
Makam Pocut Meurah Intan sendiri hingga kini masih diurus oleh Mochammad Djamil dan Lilik Yuliantoro. Mereka adalah generasi ketiga dan keempat dari keluarga RMN Dono Muhammad untuk mengurus makam itu.
Di masa lampau, RMN Dono Muhammad tidak hanya menjadi penghulu, melainkan sahabat Pocut Meruah Intan sendiri. Ia membantu membebaskan pahlawan Aceh itu dan disembunyikan ke tempat tinggalnya di depan Masjid Agung Blora.
Meski RMN Dono Muhammad meninggal pada 1933, Pocut Meurah Intan yang sudah berusia senja itu dilanjutkan oleh anak-anaknya. Hingga akhirnya ia wafat pada 1937, dengan wasiat agar dimakamkan di Blora saja.
Makam Pocut Meurah Intan sendiri berada di kompleks pemakaman keluarganya dan tokoh agama Blora di masa lampau yang juga turut dirawat.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR