Nationalgeographic.co.id—Sekelompok nelayan dari negara Timur Tengah yang dilanda perang berhasil lepas dari kemiskinan setelah mereka menemukan sebuah keberuntungan di Teluk Aden. Sejumlah 35 pria dari Yaman itu menemukan bangkai paus kotaklema (paus sperma) mengambang di laut, yang ternyata berisi ambergris langka dan berharga senilai lebih dari 1,5 juta dolar Amerika Serikat.
Ambergris adalah zat lilin yang aneh dengan penampilan yang hampir seperti batu yang diproduksi di usus paus kotaklema. Kadang-kadang zat ini disebut juga sebagai "muntahan paus".
Zat tersebut, yang terkadang ditemukan mengambang di lautan atau terdampar di pantai-pantai di seluruh dunia, telah lama dihargai oleh manusia. Di masa lalu, orang-orang telah menggunakan zat ini sebagai obat dan bahkan afrodisiak.
Ambergris juga sangat dihargai oleh pembuat parfum karena zat ini membantu aroma bertahan lebih lama. Saat ini, sebagian besar ambergris telah tergantikan oleh alternatif sintetis di semua parfum, kecuali pada parfung-parfum yang paling mahal, karena masalah biaya dan aksesibilitas.
Salah satu nelayan yang ditampilkan dalam video BBC itu mengatakan, "Jika Anda menemukan ambergris paus, itu adalah harta karun."
Pria dalam video itu menceritakan mulanya seorang nelayan lain dari Seriah di Yaman selatan telah memberi tahu dia dan beberapa orang lainnya bahwa ada bangkai paus yang mengambang di laut. Nelayan yang menghampirinya itu juga mengataka bahwa mungkin di dalam paus itu berisi ambergris.
Baca Juga: Hiu Paus Berbobot 500 Kilogram Mati Terdampar di Pantai Jember
"Begitu kami mendekatinya, ada bau yang kuat, dan kami merasa bahwa paus ini memiliki sesuatu," kata nelayan dalam video tersebut, seperti dikutip oleh Newsweek.
"Kami memutuskan untuk mengait paus itu, membawanya ke pantai dan memotongnya untuk melihat apa yang ada di dalam perutnya. Dan ya, itu adalah ambergris. Baunya tidak terlalu enak tapi [bernilai] banyak uang."
"Ini seperti mimpi yang luar biasa. Perasaan indah yang tidak bisa saya gambarkan," ujarnya.
Yaman telah berada dalam cengkeraman perang saudara sejak 2014. Konflik telah menghancurkan negara itu selama bertahun-tahun.
PBB memperkirakan pada Oktober tahun lalu bahwa 80 persen populasi atau lebih dari 24 juta orang di Yaman membutuhkan beberapa bentuk bantuan dan perlindungan kemanusiaan. Sementara itu, PBB mengatakan bahwa sekitar 70 persen distrik di negara itu berisiko mengalami kelaparan.
Di tengah situasi yang mengerikan di tanah air mereka, para nelayan yang menemukan ambergris itu mampu mengangkat diri mereka dari kemiskinan setelah menjual ambergris tersebut dengan harga 1,5 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp21,5 miliar.
Baca Juga: Sains Terbaru: Ada Zat Kimia Berbahaya yang Ditemukan di Anak Orca
"Itu adalah harga yang tak terbayangkan," kata nelayan lain dalam kelompok tersebut dalam video BBC.
Para nelayan membagi keuntungan secara merata di antara mereka sendiri. Mereka juga membagikan uang itu kepada orang-orang yang membantu mereka dan orang-orang lain di desa mereka yang membutuhkan.
Mereka membeli rumah, mobil, dan perahu. Seorang nelayan di antara mereka mengatakan bahwa dia akan menggunakan sebagian uangnya untuk menikah. Meskipun keberuntungan mereka luar biasa, para pria itu terus memancing dan berprofesi sebagai nelayan.
Asal usul ambergris telah lama menjadi misteri. Namun upaya penangkapan ikan paus skala besar pada abad ke-19 mengungkapkan bahwa zat tersebut dihasilkan oleh paus kotaklema.
Baca Juga: Banyak Hewan Laut Terdampar di Pesisir Pantai, Akibat Pengaruh Gempa?
Paus kotaklema memakan hewan-hewan cephalopoda, seperti cumi-cumi dan sotong, dalam jumlah besar. Hewan-hewan laut yang paus makan itu memiliki paruh dan bagian-bagian tubuh lain yang tidak dapat dicerna.
Secara umum, paus ini akan memuntahkan sebagian besar bagian-bagian ini. Namun kadangkala, bagian-bagian itu bergerak melalui usus paus kotaklema.
Para ahli berpikir bahwa para paus kotaklema menghasilkan ambergris dalam situasi ini untuk memperlancar jalannya benda-benda keras ini dan melindungi organ dalam mereka. Namun, zat tersebut jarang ditemukan, dan hanya ditemukan di kurang dari lima persen bangkai paus kotaklema.
Baca Juga: Lagi, Paus Muda Ditemukan Mati dengan Sampah Plastik di Perutnya
Source | : | Newsweek,BBC |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR