Nationalgeographic.co.id - Selama ini kita menganggap bahwa evolusi manusia terjadi secara genetika saja. Beberapa fungsi dari tubuh manusia purba harus beradaptasi akibat lingkungan yang berubah.
Berdasarkan studi terbaru di Proceedings of Royal Society B (Vol. 288, Issue. 1952, Juni 2021), ada hal yang luput dalam kajian tentang proses evolusi kita: budaya. Elemen ini menjadi penting bagi manusia terutama pada masa 'transisi evolusioner khusus'.
Studi itu dilakukan oleh Tim Waring dan Zach Wood dari University of Maine dengan tinjauan ekstensif terhadap pengetahuan dan evolusi jangka panjang pada manusia.
“Penelitian ini menjelaskan mengapa manusia adalah spesies yang sangat unik," papar Waring dalam rilis UMaine.
Mereka berpendapat, budaya telah mempengaruhi manusia untuk bisa bertahan dan berkembang selama ribuan tahun. Berkat budaya, manusia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan menghadapi rintangan untuk bertahan hidup, bahkan bereproduksi.
Selain penting, budaya juga efektif karena dapat bertransfer kepada sesama lebih cepat dan fleksibel daripada perwarisan gen, ungkap para peneliti.
Fleksibilitas budaya dalam evolusi juga terletak pada pembelajaran manusia. Manusia lebih efektif untuk memanfaatkan informasi dari rekan sebayanya, dan dari orang yang dianggap lebih pintar dari orang tuanya. Akibatnya, evolusi budaya menjadi jenis adaptasi yang lebih kuat daripada sekedar genetika.
Baca Juga: Berubahnya Teknik Berburu Memengaruhi Evolusi Otak Manusia Purba
Para peneliti menulis, perlahan selanjutnya adapatasi manusia lebih cenderung dikendalikan oleh budaya. Sedangkan gen, hanya menjadi akomodasi untuk segala tindak-tanduknya.
"Kita berkembang baik secara genetik dan budaya dari waktu ke waktu, tetapi kita perlahan-lahan lebih berbudaya, dan berkurang secara genetik," lanjut Waring.
Selain itu, para peneliti juga menemukan, bahwa kemunculan budaya dalam evolusi manusia membuat pola sosialnya yang berorientasi pada kelompok.
Orientasi ini dibentuk karena beberapa faktor seperti konformitas, identitas, norma, dan institusi sosial yang dipahami atau dibentuk bersama. Faktor-faktor ini berkembang tidak berdasarkan genetik, melainkan akalnya.
"Kelompok-kelompok yang terorganisasi secara budaya tampaknya memecahkan masalah adaptif lebih mudah daripada secara individu, melalui nilai gabungan dari pembelajaran sosial dan transmisi budaya dalam kelompok," tulis mereka.
Adaptasi budaya pun juga bisa muncul lebih cepat dalam kelompok manusia dengan jumlah besar daripada kecil. Akibatnya, kelompok-kelompok besar yang terorganisir secara budaya membuat urusan manusia teratur dalam beberapa milenium terakhir.
Dengan demikian elemen budaya lebih mendominasi daripada genetika dalam kisah perkembangan evolusi manusia selanjutnya.
Baca Juga: Charles Darwin Ungkap Bagaimana 'Kecantikan' Dapat Terbentuk
Waring menyimpulkan bahwa dalam proses evolusi manusia berawal dari organisme genetik yang terjadi pada individu. Selanjutnya mereka menjadi kelompok budaya yang berfungsi sebagai organisme super.
"Ungkapan 'masyarakat sebagai organisme' tak sekedar metafora. Pandangan ini dapat membantu masyarakat lebih memahami bagaimana seorang individu dapat masuk ke dalam sistem yang terortanisir dengan baik, dan saling menguntungkan," jelas Waring.
"Ambillah contoh pandemi virus corona. Program respons epidemi nasional yang efektif benar-benar menjadi sistem kekebalan nasional, dan karena itu kita dapat belajar langsung dari cara kerja sistem kekebalan untuk meningkatkan respons COVID kita."
Baca Juga: Penduduk Tanjung Verde Punya Evolusi Kekebalan Tubuh Tercepat di Dunia
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR