Achmad adalah anak yang paling mudah bergaul dari delapan anak Abdullah. Ia bergaul dengan empat geng di Belitung. Geng kampung, anak benteng, geng Cina, dan geng Sekak.
Kerap terjadi baku hantam antar geng tersebut. Situasi yang keras itu membuat Achmad Aidit membesarkan otot. Dia rajin berlatih tinju dan angkat besi. Achmad ialah pelindung saudara-saudarinya.
Selain gemar berkumpul dengan berbagai geng remaja, Achmad Aidit juga bergaul dengan buruh di Gemeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Billiton. Letak perusahaan itu sekitar dua kilometer dari rumah Aidit. Di sana, ia melihat para buruh berlumur lumpur, bermandi keringat, dan hidup susah. Sedangkan meneer Belanda dan tuan-tuan dari Inggris hura-hura.
Baca Juga: Njoto Belajar Komunis dan Jadi Tiga Serangkai dengan Aidit dan Lukman
Perusahaan itu menyediakan societet, gedung khusus tempat petinggi perusahaan dan none Belanda menyaksikan film sambil minum-minum. Butuh tambang hanya bisa mengintip bioskop dan sesekali menelan ludah.
Achmad tertarik dengan kehidupan butuh dan mendekati mereka. Tapi tidak mudah karena para buruh cenderung tertutup saat itu. Sampai suatu saat Achmad melihat seorang buruh sedang menanam pisang di pekarangan rumah. Ia menawarkan bantuan dan buruh itu mengangguk setelah tertegun sejenak.
Sejak saat itu Achmad bersahabat dengannya. Semakin hari hubungan mereka semakkin dekat. Kadang mereka berbincang sembari menyeruput kopi dan mengudap singkong rebus.
Dari pembicaraan-pembicaraam santai Achmad kemudian tahu kesulitan para buruh juga soal pesta-pora petinggi tambang. Pergaulan itu, menurut Murad, yang menentukan jalan pikiran dan sikap politiknya setelah di Jakarta. Hingga akhirnya memimpin Partai Komunis Indonesia.
Source | : | Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR