Keterkaitan rempah dan mikrobioma nampaknya masih butuh banyak perhatian dengan penelitian-penelitian baru. Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan mengatakan bahwa manusia dan lingkungan terkumpul pada satu elemen penting dari tradisi, yakni tentang pangan.
"Jalur rempah membutuhkan interdisiplin. Tidak hanya terbatas pada institusi science moderen," ucap Hilmar.
Kebudayaan, manusia, dan lingkungan adalah hal yang tak terpisahkan. Banyak pola yang diteruskan yang kita sebuh sebagai tradisi. Elemen penting dari tradisi adalah tentang pangan menurut Hilmar.
"Mengapa tradisi penting? tradisi adalah laboratory survival. Ia sudah diuji coba oleh berbagai generasi. Kenapa penting bagi kita mempelajari tradisi secara sungguh-sungguh," ucap Hilmar.
Senada dengan pendapat di atas, Nurdiyansah Dalidjo, Penulis Buku Rumah di Tanah Rempah berkata bahwa makanan Indonesia kaya bukan semata-mata karena alamnya namun juga budayanya. Hal ini berproses lewat begitu banyak waktu di berbagai wilayah Nusantara.
Lada misalnya, pada era pertengahan dikenal sebagai sebutan emas hitam. Karena transportasi dan keterhubungan antar bangsa amat langka dan sulitlah penyebab mahalnya harga lada.
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Mikrob yang Bisa Mengurai Sampah Plastik, Seperti Apa?
Di era perdagangan rempah, satu genggam lada seharga satu rumah mewah di London tutur Nurdiyansah. "Dengan cerita mitos tentang lada, harganya semakin tinggi."
Budaya dan mitos sering beriringan. Plorentina Dessy, Founder Yayasan Arus Kualan, mengatakan bahwa di budaya Dayak, jika hendak berkegiatan di hutan, seperti mencatat tanaman obat atau jamur, ada kegiatan tertentu untuk menghormati roh hutan.
Banyak tradisi rempah dalam obat-obatan ada dalam makanan tradisional Dayak. Resep ini diturunkan oleh para orang tua. "Banyak tumbuhan yang jadi obat walau tidak tahu kandungan tapi tahu khasiatnya. Masyarakat Dayak ada karena hutan, jika hutan hilang maka adatnya hilang," tutur Plorentina.
Rempah kaya akan mikroba baik. Mikroba baik harus lebih banyak daripada mikroba yang tidak kita kehendaki. Tidak ada namanya kelebihan mikroba tetapi harus di atur, tutur Inggrid.
"Lebih banyak mikroba yang tidak kita tak kehendaki di tubuh kita akan sakit. Kita harus mengonsumsi rempah makanan yang kaya akan mikroba baik," tutur Ingrid.
Baca Juga: Kayu Manis, Bagaimana Kitab Suci dan Kita Memuliakan Rempah Ini?
Hutan Mikro Ala Jepang, Solusi Atasi Deforestasi yang Masih Saja Sulit Dibendung?
Source | : | Bincang Redaksi National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR