Meskipun telah menaklukan lembah Sungai Kuning di Wuhuhan timur laut (207 M) dan menguasai sebagian besar Tiongkok utara guna menguasai semua bekas wilayah Han. Daerah besar di bawah yuridiksi panglima perang saingannya masih tetap ada.
Kekalahanya pada pertempuran Tebing Merah di Lembah Yangtze (208 M) karena ketidaktahuannya dengan geografi lokal. Pemenang hari itu adalah panglima perang muda Sun Quan yang nantinya akan menajdi kaisar dari negara saingan bernama Wu.
Guna mengkosolidasikan tanah yang ia kuasai, Cao Cao memulai serangkaian reformasi administrasi yang dirancang untuk memperkuat sentralisasi pemerintahannya dan memastikan tentakel negara menjangkau jauh dan tak tertandingi.
Salah satu ciri reformasinya ialah mengekang pengeluaran negara yang berlebihan. Untuk alasan ini, ada undang-undang yang disahkan, misalnya melarang penggunaan kain kafan giok yang mahal.
Langkah-langkah lainnya ialah pengenalan sistem peringkat sembilan tingkat untuk pejabat pengadilan (jiupin zhongzheng), sebuah sistem yang berlangsung sampai beberapa dinasti kemudian.
Baca Juga: Jalur Rempah Utara-Selatan: Simpul Filipina, Tiongkok, dan Nusantara
Hal itu bukan berarti ada perubahan signifikan dalam proses rekrutmen, karena Cao Cao melanjutkan tradisi pemilihan menteri dan pejabat negara berdasarkan siapa yang mereka kenal dan kedudukan mereka di komunitas lokal daripada bakat murni menurut laman World History.
Kebijakan lain Cao Cao untuk mengisi kas negara ialah melibatkan pemukiman kembali para petani yang kehilangan tempat tinggal. Mereka dipindahkan ke tanah-tanah terlantar yang direklamasi oleh negara setelah perang menghancurkan daerah tersebut.
Para petani dan pemberontak yang kalah dimukimkan kembali menjadi penyewa yang membayar tempat dan hasil jualnya. Dengan demikian hal itu menjadi sumber pendapatan berguna bagi negara tanpa perantara pemungut pajak lokal.
Cao Cao meninggal pada tahun 220 M dan mendapat gelar anumerta Kaisar Wu dari Wei. Kehidupannya tercatat dalam bukunya sendiri bernama Apologia, yang ditulis pada 210-211 M dan salah satu otobiografi paling awal dari Tiongkok kuno.
Kehidupan Cao Cao juga menjadi subjek dari novel terkenal dari Dinasti Ming (1368-1644 M) bernama Roman Tiga Kerajaan menjadi penjahat Machiavellian dari karya tersebut. Opera-opera juga memerankan Cao Cao sebagai penjahat dan ia sering tampil di serial televisi, film, dan video gim.
Baca Juga: Kisah Teladan Para Tokoh yang Menginspirasi di Balik Festival Peh Cun
Source | : | China Highlights,World History |
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR