Hanya di sinilah manusia berani menceburkan diri ke air dan berenang bersama manatee: menghampiri, berinteraksi, bahkan menyentuh. Keakraban dengan satwa liar langka yang dilindungi tidak akan diizinkan jika proposalnya diajukan sekarang, tetapi aktivitas ini sudah menjadi daya tarik wisatawan Sungai Crystal sebelum Endangered Species Act ditetapkan pada 1973 dan pencanangan suaka margasatwa satu dasawarsa kemudian.
Program “berenang-bersama” hanya salah satu dari beberapa isu yang dihadapi oleh para pelestari, pengguna kapal, pemilik lahan, politikus, dan operator tur untuk menentukan masa depan Teluk Kings. Dinas Perikanan dan Satwa Liar AS yang mengawasi sistem suaka margasatwa dan mengatur populasi manatee berdiri di tengah berusaha menjaga perdamaian.
“Ada banyak isu satwa liar, yang sama kontroversialnya,” kata Michael Lusk, “tetapi emosi yang dihadirkan hewan ini luar biasa.”
!break!
Saat akhir pekan di musim dingin, Mata Air Three Sisters sama sekali tak menyerupai suaka margasatwa. Kapal pesta, perahu bermotor, kayak, dan perenang memadati kanal sempit. Orang-orang menyaksikan sekhidmat mungkin saat mamalia laut berbobot satu ton itu berenang melintas.
Kapten kapal tur telah memberi tahu pelanggan: Jangan mengganggu manatee yang beristirahat; jangan menghalangi saat mereka meninggalkan area berbatas tali yang terlarang bagi manusia. Tetapi anak-anak gemar menjerit-jerit. Orang dewasa… Yah, terkadang mereka lebih dari sekadar menjerit-jerit.
Mike Birns memandu tur di Three Sisters dan titik penampakan manatee lain di sekitar Teluk Kings. “Ini kerap terjadi dalam tur saya,” katanya. “Seseorang kembali ke kapal dan menjerit, ‘Oh, asyik sekali! Ia ada di depan mukaku!’ Akibat emosi yang meluap-luap, dia tak sabar untuk ikut dalam misi menyelamatkan binatang itu. Sebenarnya, bagi banyak orang, bertemu manatee adalah pengalaman spiritual.”
Pembela manatee sependapat bahwa dari 150.000 lebih pengunjung Sungai Crystal yang datang setiap tahun untuk berenang bersama (atau berkayak di atas) manatee, sebagian besar pulang dengan peningkatan apresiasi terhadap binatang itu—walau fakta ini tak bisa dijadikan pembenaran atas kegaduhan yang ditimbulkan.
Pada 2006, aktivis setempat Tracy Colson mulai membuat video tentang perilaku buruk terhadap manatee, termasuk orang-orang yang menungganginya dan para pemandu wisata yang mengambil bayi manatee dari induknya untuk diedarkan di antara para turis.
Video yang diunggah di YouTube itu mengejutkan pecinta manatee dan membantu penetapan batasan interaksi yang lebih ketat. Patrick Rose, ahli biologi akuatik dan direktur eksekutif kelompok berpengaruh Save the Manatee Club, dengan enggan mendukung program berenang-bersama, walaupun tetap bertekad untuk melihat perubahan.
“Sebagian besar manatee tak ingin berurusan dengan manusia,” katanya. “Mereka mencari tempat tenang untuk beristirahat, terutama saat musim dingin, ketika kehangatan menjadi prioritas utama bagi mereka.”
Rose yakin, situasi di Sungai Crystal adalah pelecehan manatee dalam bentuk “pelanggaran Undang-undang Perlindungan Mamalia Laut sekaligus Undang-undang Spesies Terancam Punah.”
Dia mengusulkan agar perenang dikenai peraturan lebih ketat, berhenti dalam jarak sebadan dari manatee, memungkinkannya memilih berinteraksi dengan manusia atau tidak sama sekali.
!break!
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR