Meskipun ukuran kawanan bervariasi dari hanya satu betina dewasa hingga sebanyak 18 ekor, kawanan yang berjumlah sedang paling sukses melindungi anaknya dan mempertahankan wilayahnya. Kawanan yang jumlahnya terlalu sedikit lebih mudah kehilangan anaknya. Periode estrus betina dewasa sering bersamaan—terutama jika ada jantan baru yang membunuh semua anaknya dan membuat singa betina berahi kembali—sehingga anak dari berbagai induk lahir pada waktu yang sama. Hal ini memungkinkan pembentukan crèche atau kelompok asuh.
Singa betina menyusui dan melindungi bukan hanya anaknya sendiri, tetapi juga anak singa lain. Pengasuhan bersama, selain efisien, juga didorong oleh fakta bahwa semua betina dalam suatu kawanan punya pertalian darah—induk anak atau saudari atau bibi, mendorong semuanya menyukseskan reproduksi singa lain.
Namun, kawanan yang terlalu besar juga kurang baik, karena timbul persaingan berlebihan dalam kawanan. Kawanan dengan dua hingga enam betina dewasa tampaknya merupakan kawanan yang optimal di dataran ini.
Jumlah anggota koalisi jantan juga diatur oleh logika yang sama. Biasanya, koalisi beranggotakan singa muda yang harus meninggalkan kawanan induknya dan pergi bersama-sama menyongsong masa dewasa. Sepasang saudara dapat bekerjasama dengan pasangan lain. Saudara seayah atau seibu atau saudara sepupu, atau bahkan dengan singa yang tidak bertalian darah yang soliter dan nomaden, yang kebetulan bertemu dan membutuhkan rekan.
Jika terlalu banyak jantan lapar dan kebelet kawin dalam satu kelompok, maka timbullah kekacauan. Namun, jantan tunggal, atau kelompok yang terlalu kecil—hanya berdua, misalnya—ada pula kelemahannya.
!break!
Itulah dilema C-Boy. Tanpa rekan selain Hildur—jantan gagah yang doyan kawin namun penakut, C-Boy bisa dikatakan sendirian menghadapi the Killers yang semakin agresif dan dominan. Sekalipun bersurai hitam gemilang, ia sulit melawan tiga musuh sendirian. Mungkin sekarang dia sudah mati. Jika demikian, simpul saya dan Rosengren, luka kecil di wajah kelompok the Killers mungkin adalah bukti terakhir keberadaan C-Boy.
Malam itu the killers bergerak ke wilayah baru. Kelompok itu beristirahat sepanjang hari di tepi sungai, membiarkan sang surya memanggang wajah dan mengeringkan lukanya. Sekitar dua jam setelah matahari terbenam, singa-singa itu mulai mengaum. Kemudian keempat anggota kelompok itu berangkat bersama-sama, sepertinya punya tujuan tertentu. Rosengren dan saya mendapat kabar melalui walkie-talkie dari Nichols, yang sedang berjaga-jaga. Kami naik ke Land Rover Rosengren dan menembus kegelapan.
Setelah bertemu dengan kendaraan Nichols, kami pindah mobil dan mengikuti pergerakan kelompok singa itu—kami berlima sekarang, istri Nichols, Reba Peck, mengemudi dengan lampu depan diredupkan. Tak ada bulan. Nichols membawa kacamata malam dan kamera inframerah. Asisten dan videografernya, Nathan Williamson, siap merekam suara atau mengarahkan lampu sorot inframerah. Kami bergerak perlahan mengikuti kelompok singa itu. Kelompok itu sama sekali tidak peduli dengan kehadiran kami.
Kami membuntuti kelompok itu sampai ke lintasan kerbau afrika, kemudian masuk ke belukar akasia. Kami terus memantau dengan lampu dekat dan, jika tak bisa, dengan teropong termal monokuler. Melalui teropong itu, sambil duduk terlambung-lambung di atas atap Land Rover, saya melihat empat singa bersinar seperti lilin di dalam gua.
Tiba-tiba muncul sosok besar lain mengiringi kami, matanya bersinar jingga ketika tersorot lampu-kepala saya. Ternyata seekor singa betina yang memberitahukan keberadaannya kepada the Killers. Rosengren tidak bisa mengenalinya dari penampakan sekilas itu, tetapi sepertinya singa itu sedang berahi. Ketika kelompok jantan itu melihatnya dan bergerak ke arahnya, sang betina kabur malu-malu, lalu dikejar oleh keempat jantan itu. Kami sempat mengira sudah kehilangan jejak.
Namun, ternyata hanya satu jantan yang terus mengikuti betina itu; kami tidak melihat jantan itu lagi sepanjang malam. Tiga jantan lainnya kembali berkumpul setelah godaan asmara ini, dan melanjutkan perjalanan.
Kelompok itu menyeberangi “jalan-raya” tanah dan mengarah ke selatan, sekarang dengan lancang memasuki wilayah kawanan Vumbi dan jawaranya, C-Boy dan Hildur. Ketiganya berhenti tiap sebentar untuk meninggalkan bau, menggosok kepalanya ke semak, mencakar dan mengencingi tanah. Ini bukan sergapan sembunyi-sembunyi; ketiga singa ini mengumumkan kehadirannya dan mengajukan tantangan.
Lalu ketiganya berbalik dan menuju kamp Nichols. Namun, sebagaimana yang terjadi sebelumnya kepada kami, ketiga singa itu juga tidak memedulikan perkemahan kanvas kami yang bau berondong jagung, ayam, dan kopi. Sekitar 400 meter dari kamp, ketiganya merebahkan diri dan tidur. Selama masa rehat ini, menjelang tengah malam, Nichols dan timnya kembali ke perkemahan.
Saya dan Rosengren, setelah mengambil kembali kendaraan kami, tinggal untuk mengamati kelompok the Killers. Rosengren mengambil giliran tidur pertama, mendengkur perlahan di bangku belakang Land Rover, sementara saya duduk mengawasi. Setengah jam kemudian, kelompok singa itu berdiri dan mulai bergerak lagi; saya membangunkan Rosengren, dan kami bergerak mengikuti.
!break!
Dan itulah yang terjadi seterusnya. Berjalan sebentar, tidur sebentar, saya dan Rosengren bergantian berjaga—sampai pagi. Kadang-kadang, saat berhenti, kelompok singa itu mengaum keras bersama-sama. Suara auman tiga singa yang didengar dari jarak dekat, pasti membuat Anda terkesan: nyaring tetapi serak dan kasar, penuh dengan ancaman, keyakinan, dan kekuatan purba. Tidak ada yang menanggapi auman tersebut.
Saat fajar tiba, kelompok ini kembali ke jalan tanah setelah berkeliling di wilayah Vumbi, berjalan santai ke barat menuju kopje tempat kelompok ini biasa berteduh. Sekarang Sabtu pagi. Saya dan Rosengren meninggalkan kelompok ini di sana.
Luka-luka di wajah kelompok itu dan menghilangnya C-Boy masih belum diketahui jelas sebabnya. Dunia politik para singa di sepanjang Sungai Ngare Nanyuki tampaknya sedang mengalami pergolakan.
Sabtu sore itu, kami menemukan kawanan Vumbi di Kopje Zebra, hanya beberapa kilometer di selatan tempat the Killers melanggar masuk ke wilayahnya. Mungkin kawanan itu tertarik ke sana oleh auman mengancam dari kelompok singa, atau mungkin saja kawanan itu sekadar berkeliling. Kami hitung ada tiga betina, beristirahat santai dalam bayang bebatuan, total ada delapan anak singa. Betina lain kami ketahui sedang kawin dengan sang pejantan Hildur. Tak terlihat tanda-tanda C-Boy. Ketidakhadirannya agak mengkhawatirkan.
Minggu sore, kembali ke Kopje Zebra. Hildur dan betinanya bergabung kembali dengan kawanan itu, tetapi C-Boy tetap tidak terlihat batang hidungnya. Coba kita ke Kopje Gol, usul Rosengren. Kalau beruntung kami bisa menemukan kawanan Simba East, dan siapa tahu C-Boy sedang bersama kawanan itu. Baiklah, jawab saya; saya bertekad menemukannya, hidup atau mati.
Maka kami berkendara ke barat daya, naik turun melintasi padang rumput yang berbukit-bukit, sementara Rosengren mendengarkan sinyal kawanan Simba East di headphone-nya. Di salah satu kopje kecil Gol kami menemukan kawanan itu: tiga betina dan tiga anaknya yang agak besar, bersantai di tengah batu yang bermandi cahaya. Namun, tetap tidak terlihat tanda-tanda keberadaan C-Boy.
Saat surya Serengeti tenggelam di belakang kami melembayungkan ufuk, kami kembali berkendara ke Kopje Zebra. Nichols dan Peck masih berada di sana, bersama kawanan Vumbi, yang mendekam bersama di padang rumput dan mulai mengaum—seekor, lalu ganti yang lain, kemudian ketiganya bersamaan, menggemuruh ke seantero dataran di bawah langit yang menggelap dan bulan muda. Auman singa bisa mengandung berbagai makna, dan paduan suara ini membawa nada sunyi nan misterius.
Ketika kawanan itu berhenti mengaum, kami ikut mendengarkan. Tidak ada balasan.
Nichols dan Peck pulang ke kamp. Rosengren membawa kendaraan kami melingkar ke dekat kawanan Vumbi yang sedang rebahan. Dia ingin saya merasakan getaran menakutkan saat mendengar auman singa dari jarak sangat dekat. Kali ini Hildur bergabung, suara rendahnya terdengar parau menggemuruh, nyaris mengguncang mobil.
Setelah auman berhenti, kami kembali memasang telinga. Tetap tidak ada jawaban. Saya memutuskan untuk pulang. Untuk keperluan jurnalistik, saya akan menyatakan C-Boy “hilang, diduga mati.”
Tunggu, kata Rosengren. Terdengar suara pergerakan dalam kegelapan. Pinjam lampumu, katanya. Rosengren mengarahkan lampu ke arah Hildur dan singa lainnya, dan akhirnya menemukan sosok baru yang besar dan bersurai sangat gelap: C-Boy.
Dia berlari mendatangi suara auman kawanan itu.
Wajahnya mulus. Bagian samping dan belakangnya tidak terluka. Jelas bukan dia yang diserang the Killers dua malam lalu. Dia duduk dengan santai di samping seekor betina berkalung-radio. Dia sudah siap kawin lagi. Usianya sekarang delapan tahun, sehat dan tangguh, dihormati oleh kawanannya
—
David Quammen menulis singa Hutan Gir di India dalam buku Monster of God. Michael Nichols pendiri LOOK3 Festival of the Photograph. Inilah kolaborasi profesional pertama dengan istri yang dinikahinya selama 30 tahun, naturalis Reba Peck.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR