Kabar baik bagi Samaras pada musim semi 2013 adalah bahwa dia telah bebas dari program TV-nya dan—seperti yang disampaikannya lewat Twitter—dapat “berburu badai tanpa kamera yang menyorot wajah kami.” Segi negatifnya, TWISTEX kini harus meneruskan misinya tanpa dana dari Discovery.
Samaras pun meminta dana bantuan sekitar Rp800 juta dari National Geographic, tidak hanya untuk mendanai penelitian badai di AS, tetapi juga penyelidikan “topan super” di luar negeri. National Geographic memberikan setengah dari jumlah yang dimintanya. Samaras yang sangat memperhatikan anggaran memutuskan untuk menggunakan akhir bulan Mei untuk menangani dua macam proyek.
Fokus utamanya adalah penelitian petir, didanai oleh Pentagon, dan dilakukan antara lain di sebuah ladang kincir angin di Kansas dengan menggunakan truk. Bekas minibus angkutan itu disulapnya agar bisa dipasangi kamera raksasa berkecepatan tinggi yang dijulukinya Kahuna, yang bisa merekam hingga 1,4 juta frame per detik. Ia akan menggunakan anggaran yang ketat, dalam sebuah mobil yang tidak menyedot bensin seperti truk Ram miliknya. Ini berarti mengendarai sebuah mobil Cobalt—mobil murah hemat bahan bakar—yang dibelinya untuk tim TWISTEX pada 2009.
Samaras sering membayangkan bahwa dia menggunakan truknya sebagai satu-satunya kendaraan dalam konvoi TWISTEX yang akan menempatkan probe di dekat sebuah supercell. Mobil Cobalt hanya digunakan ketika melakukan pengukuran meteorologi pada jarak yang lebih aman. Namun, pada akhir perburuannya pada pertengahan Mei, Samaras dan awaknya telah menghabiskan setengah dari dana bantuan itu. Mereka memutuskan untuk beralih dari truk boros ke Cobalt yang irit.
Pada 26 Mei, Samaras menulis tweet, “Menuju KS untuk berburu petir—dengan tornado.” Dua anggota tim TWISTEX turut mendampinginya—keduanya sangat bersyukur karena diajak. Carl Young berkenalan dengan Samaras pada sekitar 2002 di ChaserCon. Meskipun Samaras memiliki pengalaman berburu badai sepuluh tahun lebih lama daripada Young, kecemerlangan pemuda itu sebagai ahli meteorologi sangat membantu kemampuan Samaras dalam meramalkan cuaca.
Penumpang lain di Cobalt itu, Paul Samaras, dilahirkan pada hari yang sama seperti ayahnya, 31 tahun kemudian. Ketika kedua putri Samaras, Amy dan Jennifer, masih kecil, dia mengajak keduanya berburu badai. Amy terlihat sangat ketakutan ketika bola hujan es sebesar kepalan tangan menghantam kaca depan. Perburuan pertamanya itu sekaligus menjadi yang terakhir baginya. Namun, Paul muda langsung menikmati pengalaman itu. Dia mewarisi semangat keluarga Samaras dalam fotografi.
!break!
Pada Kamis sore, 30 Mei, dua anggota pendiri TWISTEX, Bruce Lee dan Cathy Finley, baru saja menyelesaikan hari yang panjang berburu badai dan mengemudikan kendaraannya di sepanjang Highway 105, beberapa kilometer sebelah timur Guthrie, Oklahoma, ketika melihat Cobalt putih diparkir di sisi jalan. Tiga sosok yang sudah mereka kenal berdiri di dekatnya, menatap badai baru yang terbentuk di utara dekat Interstate 35.
Para awak Samaras mengalami perburuan badai yang cukup mengecewakan sejauh ini. Mereka luput menyaksikan tornado EF4 pada tanggal 19—karena seperti yang dilaporkan Samaras, “terlambat 20 menit.” Hari berikutnya, tim TWISTEX salah menilai pola cuaca dan, seperti sekian banyak pemburu lainnya, mengikuti badai ke Duncan, Oklahoma—dan luput menyaksikan tornado yang meratakan sebagian besar kota Moore.
Selama berburu badai lebih dari dua dasawarsa, Samaras baru sekali menyaksikan tornado F4, yaitu di Nebraska, pada 22 Mei 2004. Dia belum sempat melihat EF5 seperti yang terjadi di Moore.
Hari itu, 30 Mei, saat matahari terbenam di jalan raya Oklahoma, ramalan cuaca menunjukkan kondisi yang panas dan lembap, yang akan membangun energi luar biasa di atmosfer. Akan terdapat angin yang cukup banyak untuk menciptakan badai. Alam kemungkinan besar akan menghadirkan pertunjukan yang menakutkan sekaligus menakjubkan.
Samaras tidak memberitahukan rencana para awaknya. Truk petir diparkir di dekat gedung pengadilan di Alva, Oklahoma, dua jam perjalanan dari tempat mereka berada sekarang, ke arah utara. Tim TWISTEX masih harus menuntaskan penelitian petir selama dua malam lagi. Namun, sementara itu, Samaras telah berdiskusi dengan Lanny Dean tentang kemungkinan penyebaran perangkat yang telah mereka ciptakan untuk mengukur gelombang suara tornado berfrekuensi rendah.
Kebetulan Dean adalah operator kelompok tur tornado dan, pada tanggal 31, busnya sudah penuh. Jika kedua pemburu badai itu ingin menempatkan perangkat eksperimental-nya hari itu, Samaras dan timnya-lah yang harus melakukannya.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR