Nationalgeographic.co.id—Selama ini, kita mengenal Mars sebagai planet merah. Warna merah menjadi yang paling sering terlihat karena kandungan ferioksida (Fe2O3) yang terdapat pada permukaan planet ini. Namun, kandungan ini baru sebatas pada permukaannya saja.
Lantas, bagaimana isi dari planet merah ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, National Aeronautics and Space Administration (NASA) mengirim sebuah wahana yang dinamai InSight pada 5 Mei 2018. Wahana ini dikirim untuk mengungkap interior planet Mars, dengan cara mendeteksi gempa di sana. Ia akhirnya mendarat di planet tersebut pada 26 November.
Setelah menunggu selama beberapa bulan, InSight akhirnya berhasil mendeteksi gempa pertamanya pada April 2019. Selama dua tahun berikutnya, seismometer InSight mendeteksi 733 getaran gempa, seperti dilansir dari CNN.
Para peneliti kemudian menganalisis sejumlah gempa untuk mengulik perut Mars. Disadur dari ScienceNews, mereka meneliti 11 gempa terbesar bermagnitudo 3.0 hingga 4.0, untuk mengetahui ketebalan kerak, mantel, dan memperkirakan kandungan inti planet ini. Hasil analisis tersebut dipublikasikan dalam jurnal Science pada 23 Juli 2021.
Dari jurnal tersebut, diperkirakan bahwa Mars memiliki kerak dengan ketebalan 24 hingga 72 kilometer. Ukuran ini kurang lebih serupa dengan ketebalan kerak Bumi, yang mencapai 5 hingga 70 kilometer. Namun berbeda dengan Bumi, Mars tidak memiliki lempeng tektonik.
Adapun Mars memiliki inti planet yang berukuran raksasa. Jari-jari dari inti Mars mencapai 1.830 kilometer, lebih dari setengah ukuran jari-jari planet Mars yang berukuran 3.389,5 kilometer.
Baca Juga: Untuk Pertama Kalinya, Robot Penjelajah Tiongkok Mendarat di Mars
Peneliti juga mengonfirmasi bahwa inti Mars sepenuhnya berbentuk cair. Inti ini mengandung besi dan nikel sebagai komposisi utama, serta beberapa unsur lain seperti hidrogen, karbon, oksigen, dan belerang.
Meskipun demikian, peneliti belum menutup kemungkinan akan adanya inti berbentuk padat. "Hasil sinyalnya seharusnya ada di data gempa, kita hanya perlu untuk menemukannya," kata Amir Khan, geofisikawan ETH Zurich, kepada ScienceNews.
Metode seismologi sendiri sudah lama digunakan sebagai cara menentukan isi planet, seperti disadur dari Space.com. Cara ini dilakukan dengan mengukur kecepatan gelombang gempa yang merambat di lapisan planet. Seismologi pertama kali digunakan oleh peneliti Jerman, yang merekam getaran gempa di Jepang tahun 1889 untuk mengukur ketebalan mantel Bumi.
Baca Juga: Studi Baru, Bukti Kehidupan Purba di Mars Mungkin Telah Terhapus
Mars bukanlah benda angkasa pertama yang diteliti dengan teknik ini. Sebelumnya, astronaut dalam misi Apollo pernah meletakkan empat perangkat pendeteksi gempa di Bulan.
Perkiraan mengenai isi perut Mars sudah dilakukan peneliti sejak lama. NASA pernah mendaratkan dua wahana Viking pada 1976. Sayangnya, angin yang sangat kencang di Mars mengganggu pencarian sinyal gempa.
Oleh karenanya, astronom sempat mencari alternatif lain. Seperti dilansir dari Space.com, mereka bergantung pada data-data dari observasi permukaan, gravitasi, dan medan magnet Mars dari misi Viking.
Baca Juga: Danau Cair di Lapisan Es Selatan Mars Mungkin Hanya Fatamorgana
Bagi astronom, mengukur isi Mars menjadi tantangan sendiri. "Gempa Mars sangat lemah dan lebih menantang untuk diukur dibandingkan dengan di Bumi," ungkap Dr. Sanne Cottaar kepada BBC. Cottaar merupakan seismolog Universitas Cambridge, tetapi ia tidak terlibat dalam penelitian ini. Menurutnya, penelitian ini merupakan terobosan besar, mengingat gempa Mars tidak pernah melebihi magnitudo 4.
Selain itu, angin yang kencang di siang hari juga mengganggu sinyal yang direkam InSight. Akibatnya, gempa yang dideteksi InSight kebanyakan dilakukan di malam hari.
InSight akan terus melanjutkan misinya hingga 2022. Dalam jangka waktu tersebut, peneliti masih memiliki waktu yang panjang untuk menganalisis data-data baru dari robot ini. Data baru tersebut akan menentukan angka yang lebih akurat yang dapat memperbarui hasil yang ada saat ini.
Baca Juga: Eropa dan Rusia Siapkan Rosalind Franklin untuk Berburu Meteorit Mars
Source | : | CNN,Nature,space.com,BBC,Science,Science News |
Penulis | : | Eric Taher |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR