Mars bukanlah benda angkasa pertama yang diteliti dengan teknik ini. Sebelumnya, astronaut dalam misi Apollo pernah meletakkan empat perangkat pendeteksi gempa di Bulan.
Perkiraan mengenai isi perut Mars sudah dilakukan peneliti sejak lama. NASA pernah mendaratkan dua wahana Viking pada 1976. Sayangnya, angin yang sangat kencang di Mars mengganggu pencarian sinyal gempa.
Oleh karenanya, astronom sempat mencari alternatif lain. Seperti dilansir dari Space.com, mereka bergantung pada data-data dari observasi permukaan, gravitasi, dan medan magnet Mars dari misi Viking.
Baca Juga: Danau Cair di Lapisan Es Selatan Mars Mungkin Hanya Fatamorgana
Bagi astronom, mengukur isi Mars menjadi tantangan sendiri. "Gempa Mars sangat lemah dan lebih menantang untuk diukur dibandingkan dengan di Bumi," ungkap Dr. Sanne Cottaar kepada BBC. Cottaar merupakan seismolog Universitas Cambridge, tetapi ia tidak terlibat dalam penelitian ini. Menurutnya, penelitian ini merupakan terobosan besar, mengingat gempa Mars tidak pernah melebihi magnitudo 4.
Selain itu, angin yang kencang di siang hari juga mengganggu sinyal yang direkam InSight. Akibatnya, gempa yang dideteksi InSight kebanyakan dilakukan di malam hari.
InSight akan terus melanjutkan misinya hingga 2022. Dalam jangka waktu tersebut, peneliti masih memiliki waktu yang panjang untuk menganalisis data-data baru dari robot ini. Data baru tersebut akan menentukan angka yang lebih akurat yang dapat memperbarui hasil yang ada saat ini.
Baca Juga: Eropa dan Rusia Siapkan Rosalind Franklin untuk Berburu Meteorit Mars
Source | : | CNN,Nature,space.com,BBC,Science,Science News |
Penulis | : | Eric Taher |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR