Serangan serangga tomcat (Paederus fuscipes) di Surabaya dan Yogyakarta beberapa hari ini memicu keresahan dalam masyarakat. Salah satu penyebab serangan ini dinilai karena kerusakan lingkungan. Hilangnya habitat tomcat menyebabkan hewan ini mencari tempat pemukiman penduduk.
Pakar Hama UGM, Dr. Suputa menyebutkan bahwa serangan tomcat di Surabaya dikarenakan terganggunya habitat di daerah hutan mangrove yang berada di dekat Apartemen East Coast, Surabaya. Tomcat juga biasanya hidup di daerah persawahan atau tempat-tempat lembab lainnya.
Menurut Suputa, serangan tomcat ini terjadi karena kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia. Alih fungsi lahan menjadi salah satu penyebabnya, di mana areal persawahan diubah menjadi kawasan pemukiman penduduk. "Kerusakan pada habitat Tomcat mendorong serangga ini mencari lingkungan yang baru sebagai tempat tinggal hingga merambah ke pemukiman penduduk," paparnya di Yogyakarta, Rabu (21/3).
Suputa menuturkan bahwa serangga tersebut sebenarnya tidak berniat menyerang manusia. Karena tertarik pada cahaya atau lampu di rumah penduduk, hewan ini pun datang.
Racun dari serangga tomcat ini berasal dari hasil simbiosis dengan bakteri endosimibion dari genus Pseudomonas yang ada di dalam darah. Serangga yang bersifat infektif membawa bakteri ini adalah serangga berjenis kelamin betina. "Serangga ini bila digangu akan mengeluarkan racun,” ungkapnya.
Ia menambahkan, merebaknya tomcat juga disebabkan karena minimnya keberadaan predator. Faktor musim pun juga berpengaruh. Pada musim penghujan dengan kondisi kelembaban tinggi, populasi wereng yang merupakan makanan dari tomcat pun meningkat. "Ketersediaan makanan yang melimpah inilah memicu meledaknya populasi tomcat," tambahnya.
Disarankan Suputra, bila menemukan Tomcat, hendaknya lebih berhati-hati dan tidak melakukan kontak langsung. Hewan ini akan berbahaya apabila tergencet dan darahnya bersinggungan dengan kulit manusia. Yang perlu dilakukan hanya menghalau dengan tiupan atau kertas. "Untuk pengendaliannya, bisa menggunakan jebakan lampu. Bila sudah ditangkap,sebaiknya dilepas ke alam untuk penyeimbang lingkungan," tambahnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR