Nationalgeographic.co.id—Sebuah struktur batu aneh di bawah perairan Jepang telah lama diperdebatkan oleh banyak kalangan, terutama ilmuwan. Kawasannya di Laut Tiongkok Selatan, dan lebih dekat dengan Taiwan, memiliki banyak bahaya seperti jalur migrasi hiu martil dan rawan badai taifun.
Batuan itu sebesar lima kali lapangan futbol. Dan banyak yang berspekulasi, bahwa struktur itu menandakan reruntuhan peradaban kuno Atlantis yang tenggelam akibat gempa bumi sekitar 2.000 tahun lalu, seperti apa yang ditulis Plato.
Salah satu yang mempercayainya adalah Masaaki Kimura, seorang profesor geologi kelautan dari University of the Ryukyus, Jepang. Kimura sudah 15 tahun mengamati dan memetakan formasinya, termasuk dengan menyelami dasar lautnya.
Dia yakin bahwa struktur ini sempat ditempati manusia pada 5.000 tahun silam berdasarkan penanggalan dari stalagmitnya.
Beberapa ahli lainnya yang juga percaya, menghubungkan Yonaguni sebagai sisa peradaban Mu, yang melegenda di Pasifik dan lenyap diterjang ombak.
“Struktur terbesar terlihat seperti piramida bertingkat yang rumit, monolitik, yang menjulang dari kedalaman 25 meter,” kata Kimura, yang mempresentasikan teorinya tentang situs tersebut pada konferensi ilmiah Juni 2007.
"Saya pikir sangat sulit untuk menjelaskan asal-usul mereka sebagai sesuatu yang murni alami, karena banyaknya bukti pengaruh manusia pada struktur tersebut," katanya.
Sisa peradaban kuno? Dalam Drain the Ocean, dokumenter National Geographic 2018, dia menunjukkan buktinya. Kimura sempat menyelam dan menemukan terowongan yang bisa dilalui, seolah struktur ini seperti kastil yang tenggelam.
Baca Juga: Asal-usul Emas Misterius Berumur 2.700 Tahun Terungkap
Selain itu ditemukan pula batuan seukuran dua tangan dengan dua lubang. Diyakini batu ini sebelumnya pernah digantung dengan dua tali yang diikat.
Ada pun ini bisa dilihat wajah yang diukir, batu yang dipahat menyerupai kura-kura, serta formasi yang membentuk tangga dengan rapih. Struktur kura-kura itu dihubungkan dengan legenda Jepang, Ryujin yang tinggal di kastil bawah laut.
Lubang juga ditemukan dibagian atas struktur yang diasumsikan untuk menopang pilar, atau kolam air sebagai pemandian purba. Ditemukan pula arang yang dihasilkan dari struktur Yonaguni-Jima. Arang itu diperkirakan berasal dari 1.600 tahun lalu, dan diyakini bekas dihuni manusia di masa lalu.
Meski demikian, ia mengaku kalau bukti lebih langsung akan keterlibatan manusia dengan situs itu lebih sulit didapat.
Baca Juga: Lima Kota Hilang Legendaris yang Belum Ditemukan Selain Atlantis
Sedangkan apa yang membuatnya tenggelam adalah tsunami besar yang pernah melanda. Kimura berpendapat, pulau ini pernah diterjang tsunami pada April 1771 dengan ketinggian 40 meter.
Tidak menutup kemungkinan, jika peradaban kuno ini pernah ditimpa musibah yang sama di waktu yang lebih lampau.
Aktivitas alam. Lain dengan Kimura, profesor sains dan matematika Boston University Robert Schoch berpendapat lain. Schoch juga pernah menyelam di situs tersebut untuk mengamatinya.
"Saya tidak yakin bahwa salah satu fitur atau struktur utama adalah tangga atau teras itu buatan manusia, tetapi semuanya alami,” ujarnya di National Geographic.
"Ini adalah geologi dasar dan stratigrafi klasik untuk batupasir, yang cenderung pecah di sepanjang bidang dan memberi Anda tepi yang sangat lurus ini, terutama di daerah dengan banyak sesar dan aktivitas tektonik."
Dia menyebut lubang di batu permukaan itu diciptakan oleh gerusan pusaran bawah air. Sedangkan garis lubang yang lebih kecil bisa jadi dibentuk oleh makhluk laut yang memnafaatkan lapisan batu itu.
Baca Juga: Laut Tiongkok Selatan: Antara Nine Dash Line dan Deklarasi Juanda
Schoch juga mengatakan dia telah melihat apa yang diyakini Kimura sebagai gambar binatang dan wajah manusia di situs tersebut. "Profesor Kimura mengatakan dia telah melihat semacam tulisan atau gambar, tetapi itu cuma goresan di atas batu yang alami," sanggahnya. "Dia menafsirkannya sebagai buatan manusia, tetapi saya tidak tahu dari mana asalnya sumbernya."
Masih belum jelas tentang kebenaran struktur besar Yonaguni-Jima ini. Kimura tetap bersikukuh dengan teori yang dipaparkannya.
"Cara terbaik untuk mendapatkan jawaban pasti tentang asal-usul mereka adalah dengan terus kembali dan mengumpulkan lebih banyak bukti," Kimura menambahkan.
"Jika saya tidak memiliki kesempatan untuk melihat struktur ini sendiri, saya mungkin juga skeptis."
Baca Juga: Legenda Jepang yang Populer, Rubah Ekor Sembilan Bernama Kitsune
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR